Hanya satu catatan dari pengamatan saya

Hasil pengamatan seputar kehidupan sehari-hari, jalan-jalan, film, hingga soal sejarah, kereta api dalam dan luar negeri

Thursday 4 December 2014

Memoar 8: Kembalinya Dawet Semagung

Selain Dawet Butuh, Purworejo Miliki Kuliner Berupa Dawet Semagung

Indonesia, tidak terkecuali Purworejo memiliki khasanah kebudayaan yang luar biasa kaya dan beraneka ragam. Mulai dari Kesenian, adat istiadat, pola hidup, bahkan makanan dan minuman pun memiliki keragamannya sendiri pada setiap daerah. Di Daerah Semagung, Purworejo, pernah ada minuman dawet yang sangat terkenal namun kemudian mulai menghilang. Kini, minuman tersebut kembali dimunculkan.
 
Para penjaja dawet Semagung. Dok Pri
Selain dawet hitam Butuh, ternyata Purworejo memiliki kuliner berupa dawet lain yang tidak kalah unik yaitu Dawet Semagung. Dawet ini merupakan dawet yang berbahan asli rempah hasil bumi yakni tepung ganyong sebagai bahan cendolnya. Untuk pemanis, dawet ini menggunakan gula jawa asli buatan desa Semagung, Kecamatan Bagelen, Purworejo. 

Dawet Semagung memang asli dari wilayah perbukitan Bagelen tersebut. Rasanya sangat khas dan mengundang penikmatnya untuk mencari kembali keberadaannya. Menurut R Sunaryadi (75) warga Boro Kulon RT 3 RW 1 Kecamatan Banyuurip yang berupaya memunculkan kembali dawet Semagung, semua itu didasari karena kegemarannya akan dawet sejak kecil. 

"Dawet Semagung menurut saya merupakan dawet terenak yang pernah saya cicipi," kata Sunaryadi. 

Demi mendapatkan resep membuat dawet Semagung sesuai aslinya, sejak  2011 ia mulai mencari bahan serta barang yang dipergunakan dalam pembuatan serta pemasaran dawet Semagung, lengkap dengan keranjang asli semagung. “Saya merasa tertarik dan tertantang untuk melestarikan dawet semagung agar dawet tersebut tetap ada," katanya.

Sunaryadi pun mengunjungi desa Semagung untuk bisa bisa memperoleh racikan yang pas. "Sudah belasan tahun, dawet ini ternyata tidak diproduksi lagi. Kalaupun ada, paling hanya sebagai tombo kangen saja," tambah Sunaryadi. 

Saat ini Sunaryadi telah memiliki lima outlet dawet Semagung yang siap dipasarkan di beberapa titik di Purworejo. Dibantu beberapa orang tenaga kerjanya yang memiliki keterbatasan wicara, Sunaryadi menjajakan dagangannya di sekitar Borokulon Banyuurip, Purworejo. 

 “Saya ingin kembali mengangkat kuliner asli milik desa Semagung, karena kuliner tersebut memiliki potensi untuk bisa berkembang di Purworejo, dan saya ingin kuliner tersebut bisa kembali dikenal dan dirasakan oleh masyarakat Purworejo saat ini,” tuturnya.

Sunaryadi menjelaskan, satu mangkuk dawet semagung dijual dengan harga Rp 2.000. Bagi penikmat kuliner yang ingin menambahkan es batu, hal itu akan semakin menambah kesegarannya.

Ditambahkan Sunaryadi, dawet Semagung dahulu banyak dijual oleh warga Semagung saat musim panen padi di sawah. Dengan menggunakan keranjang untuk menahan gentong yang dipikul, penjual berkeliling menjajakan dawetnya. Keunikan lainnya adalah, penjualnya menggunakan surjan. 

"Tapi lambat laun perkembangannya menurun dan tergeser dengan hadirnya dawet Jundil dari Kaliboto (Loano, Purworejo) dan dawet hasil inovasi saat ini," katanya. 

Seorang pembeli bernama Hartoyo (30) warga Purworejo mengatakan, keberadaan dawet semagung menang layak dilestarikan. Menurutnya dawet Semagung merupakan satu dari berbagai macam kuliner asli Desa Semagung. “Saya suka dengan dawet Semagung karena bahannya yang alami. Selain segar juga sangat menyehatkan,” ucapnya.(*)
Proses peracikan dawet Semagung. Dok Pri

No comments:

Post a Comment

Mohon bantuan kliknya