Selain Dawet Butuh, Purworejo Miliki Kuliner Berupa Dawet Semagung
Indonesia, tidak terkecuali Purworejo
memiliki khasanah kebudayaan yang luar biasa kaya dan beraneka ragam. Mulai
dari Kesenian, adat istiadat, pola hidup, bahkan makanan dan minuman pun
memiliki keragamannya sendiri pada setiap daerah. Di Daerah Semagung, Purworejo,
pernah ada minuman dawet yang sangat terkenal namun kemudian mulai menghilang.
Kini, minuman tersebut kembali dimunculkan.
Selain dawet hitam Butuh, ternyata Purworejo memiliki kuliner berupa dawet lain yang tidak kalah unik yaitu Dawet Semagung. Dawet ini merupakan dawet
yang berbahan asli rempah hasil bumi yakni tepung ganyong sebagai bahan
cendolnya. Untuk pemanis, dawet ini menggunakan gula jawa asli buatan desa
Semagung, Kecamatan Bagelen, Purworejo.
Dawet Semagung memang asli dari
wilayah perbukitan Bagelen tersebut. Rasanya sangat khas dan mengundang
penikmatnya untuk mencari kembali keberadaannya. Menurut R Sunaryadi (75)
warga Boro Kulon RT 3 RW 1 Kecamatan Banyuurip yang berupaya memunculkan
kembali dawet Semagung, semua itu didasari karena kegemarannya akan dawet sejak
kecil.
"Dawet Semagung menurut saya merupakan dawet terenak yang pernah
saya cicipi," kata Sunaryadi.
Demi mendapatkan resep membuat dawet
Semagung sesuai aslinya, sejak 2011 ia mulai mencari bahan serta barang
yang dipergunakan dalam pembuatan serta pemasaran dawet Semagung, lengkap
dengan keranjang asli semagung. “Saya merasa tertarik dan tertantang untuk
melestarikan dawet semagung agar dawet tersebut tetap ada," katanya.
Sunaryadi pun mengunjungi desa
Semagung untuk bisa bisa memperoleh racikan yang pas. "Sudah belasan
tahun, dawet ini ternyata tidak diproduksi lagi. Kalaupun ada, paling hanya
sebagai tombo kangen saja," tambah Sunaryadi.
Saat ini Sunaryadi telah memiliki
lima outlet dawet Semagung yang siap dipasarkan di beberapa titik di Purworejo.
Dibantu beberapa orang tenaga kerjanya yang memiliki keterbatasan wicara,
Sunaryadi menjajakan dagangannya di sekitar Borokulon Banyuurip, Purworejo.
“Saya ingin kembali mengangkat
kuliner asli milik desa Semagung, karena kuliner tersebut memiliki potensi
untuk bisa berkembang di Purworejo, dan saya ingin kuliner tersebut bisa
kembali dikenal dan dirasakan oleh masyarakat Purworejo saat ini,” tuturnya.
Sunaryadi menjelaskan, satu mangkuk
dawet semagung dijual dengan harga Rp 2.000. Bagi penikmat kuliner yang ingin
menambahkan es batu, hal itu akan semakin menambah kesegarannya.
Ditambahkan Sunaryadi, dawet Semagung
dahulu banyak dijual oleh warga Semagung saat musim panen padi di sawah. Dengan
menggunakan keranjang untuk menahan gentong yang dipikul, penjual berkeliling
menjajakan dawetnya. Keunikan lainnya adalah, penjualnya menggunakan surjan.
"Tapi lambat laun perkembangannya menurun dan tergeser dengan hadirnya
dawet Jundil dari Kaliboto (Loano, Purworejo) dan dawet hasil inovasi saat
ini," katanya.
Seorang pembeli bernama Hartoyo (30)
warga Purworejo mengatakan, keberadaan dawet semagung menang layak
dilestarikan. Menurutnya dawet Semagung merupakan satu dari berbagai macam
kuliner asli Desa Semagung. “Saya suka dengan dawet Semagung karena bahannya
yang alami. Selain segar juga sangat menyehatkan,” ucapnya.(*)
Proses peracikan dawet Semagung. Dok Pri |
No comments:
Post a Comment