Mata Air Bayuasin, Tak
Pernah Kering di Musim Kemarau
Sekalipun
sebagian wilayahnya berada daerah perbukitan, namun ada satu wilayah di
kecamatan Loano, Kab Purworejo yang diberi nama "Banyuasin." Ternyata
nama tersebut berasal dari nama mata air Banyuasin yang berada di dukuh
Ngemplak, desa Banyuasin Spare, kec Loano, Purworejo. Mata air tersebut tidak
pernah kering di musim kemarau.
Sesuai
namanya, air yang dihasilkan mata air tersebut berasa asin, jauh berbeda dengan
beberapa mata air lain di sekitarnya.
Sriyanto mengambil segayung air asin dari mata air Banyuasin. Dok Pri |
Sekretaris desa Banyuasin
Spare, Sriyanto (50), yang juga menjadi penjaga mata air tersebut menyatakan,
mata air tersebut sering dikunjungi orang dari jauh karena diduga memiliki
tuah.
"Belum lama ini ada
rombongan orang yang menggunakan air dari situ untuk obat sakit kulit. Ternyata
manjur, kemudian ada yang kembali untuk berziarah sebagai ucapan terima
kasih," jelas Sriyanto.
Bersama Sriyanto, penulis
kemudian berkesempatan mengunjungi mata air tersebut. Ternyata mata air
tersebut telah dibentuk menyerupai semacam sumur dengan pagar dan pintu masuk.
Dari luar terlihat air berwarna kuning keruh dengan semacam lapisan busa
kecoklatan mengambang di air.
"Airnya mengandung
belerang, jadi ada terkumpul dan menumpuk di permukaan air," terang
Sriyanto.
Meski terus menghasilkan
lapisan kecoklatan, namun permukaan air tidak pernah seluruhnya tertutup.
Menurut Sriyanto, setiap Jumat Kliwon dalam pasaran Jawa, belik atau mata air
tersebut dikuras oleh warga. Meski dikuras habis, belum sampai satu hari
setelah dikuras, ketinggian air biasanya segera kembali ke posisi semula.
"Karena itu, mata air ini
tetap saja seperti ini selama bertahun-tahun," lanjut Sriyanto.
Keunikan lain mata air
Banyuasin adalah makhluk penghuninya. Menurut Sriyanto, di belik tersebut
terdapat tiga ekor belut putih. Ikhwal keberadaannya, Sriyanto mengatakan bahwa
tidak satupun warga setempat yang tahu.
"Sudah sejak saya kecil
belut itu ada di belik. Tapi sayangnya enam bulan yang lalu dua ekor belut mati
sehingga tersisa seekor saja yang ada," jelas Sriyanto.
Selain itu, sejarah keberadaan
mata air itu juga tidak diketahui. Namun Sriyanto menceritakan, ada semacam
cerita rakyat setempat mengenai proses terjadinya belik tersebut.
"Dulu ada seorang Tumenggung
dari Kraton Yogya bernama Tumenggung Cokro Udo Ulomo yang singgah di Loano.
Karena kehabisan garam untuk makan, maka beliau berikhtiar mencarinya.
Menggunakan sebilah cundrik (semacam senjata tradisional), beliau menusukkan
cundrik ke tanah di sebelah selatan kantor kecamatan yang sekarang. Tanah
kemudian mengeluarkan air asin yang semakin lama semakin membesar," ulas
Sriyanto.
Setelah berhasil menikmati air
asin, lanjut Sriyanto, pada suatu malam Tumenggung Cokro Udo Ulomo bermimpi
diminta menyumpal mata air asin dengan kepala Kerbau. Namun kenyataannya,
Tumenggung malah menyumpal menggunakan batu besar. Akhirnya mata air pindah ke
lokasi sekarang di Banyuasin Spare. Sejak itulah daerah tersebut diberi nama
Banyuasin.
Menurut sekretaris camat Loano,
Ahmat Jainudin SIP, mata air asin tersebut oleh beberapa orang dimanfaatkan
sebagai sarana kegiatan spiritual dan juga pengobatan.
"Mata air tersebut sering
dikunjungi warga yang sekedar berziarah ataupun berobat. Konon katanya air dari
mata air asin tersebut bisa mengobati sakit kulit, bahkan bagi yang percaya
bisa menjadikan awet muda," jelas Jainudin.
Unik dan langka itu mas, sumurnya, salam kenal dari blogger Kemejing.
ReplyDelete