Setelah dipersiapkan dan kemudian diluncurkan pada awal Desember 2015, akhirnya armada kereta api (KA) Kesehatan "Railclinic" dioperasikan. Aksi perdana kereta yang dikhususkan untuk kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) PT Kereta Api Indonesia (KAI) ini digelar di stasiun Wojo, Sabtu (19/12/2015).
Ratusan warga yang telah mendapatkan informasi sejak beberapa hari kemudian berjubel memadati stasiun yang terletak di desa Dadirejo kecamatan Bagelen, Purworejo, sejak pagi. Tenda dan kursi yang disediakan panitia pun berangsur penuh.
Hanya satu catatan dari pengamatan saya
Hasil pengamatan seputar kehidupan sehari-hari, jalan-jalan, film, hingga soal sejarah, kereta api dalam dan luar negeri
Showing posts with label Purworejo. Show all posts
Showing posts with label Purworejo. Show all posts
Sunday, 17 December 2017
Tuesday, 21 November 2017
Mengunjungi 24 Stasiun di Wilayah Kerja PT KAI Daop 6 Yogyakarta
Perpisahan yang Mengesankan
Meski kejadian di tulisan ini telah lama berlalu, namun tak pelak, tetap meninggalkan kesan di hati sebagian pecinta kereta api alias railfans di Yogyakarta. Karena itu, tidak ada salahnya menikmati kenangan luar biasa ketika pecinta kereta api merasakan keramahan dan kekeluargaan dari para pimpinan operator kereta api.
Inilah kisah berkesan itu...
Monday, 5 October 2015
Memoar 28: Misteri dan Pesona Benteng Kalimaro
Jelajah Perbukitan Bersejarah Bersama Bagor Purworejo
Menjadi duta pariwisata tentunya harus mengenal
seluk beluk dunia pariwisata di suatu daerah. Karena itu, satu langkah
terobosan dilakukan oleh para Bagus-Roro (Bagor) Purworejo 2013. Pada Minggu (15/9/2013)
mereka mengunjungi beberapa benteng peninggalan Jepang di kawasan kecamatan
Bagelen, Purworejo.
Dipandu oleh beberapa warga yang tergabung dalam Paguyuban
Warga Bagelen (PWB), sembilan Bagus-Roro 2013 mengunjungi sekitar lima benteng.
Dalam perjalanannya, mereka didampingi oleh Kasi Sejarah dan Kepurbakalaan pada
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Drs Eko Riyanto. Karena itu, mereka
tidak hanya sekedar berkunjung, tapi juga
Labels:
Intip,
jalan-jalan,
Jelajah,
Kaligesing,
Memoar,
Purworejo,
Sejarah
Tuesday, 17 March 2015
Memoar 27: Pesona Desainer Muda
Body Painting Art ala Siswi SMKN 3 Purworejo
![]() |
Beberapa peserta ujian kompetensi merias sedang berfoto bersama teman yang menjadi obyek riasannya. Dok Pri |
Purworejo memang layak menyandang kota segudang bakat. Tidak hanya
orang-orang besar dan berpengaruh yang lahir di kota ini, namun banyak pakar
pula yang lahir. Tidak hanya mereka yang telah “jadi” namun yang muda pun telah
menunjukkan potensinya.
Satu contohnya adalah SMKN 3 Purworejo. Sekolah yang terletak tidak jauh
dari alun-alun Purworejo ini menyimpan bakat-bakat luar biasa dalam bidangnya.
Hal itu bisa dilihat ketika setiap beberapa bulan sekolah menampilkan kelebihan
siswanya.
Saturday, 31 January 2015
Memoar 26: Perkumpulan Kecil yang Membesarkan
-Merangkai Kecintaan pada Purworejo melalui Dunia Maya-
Berinteraksi di dunia nyata terbatas ruang dan waktu
sedangkan di dunia maya, hanya dengan sentuhan jari maka semuanya berada dalam
jangkauan. Itulah yang dilakukan oleh tiga warga Purworejo. Melalui jejaring
sosial twitter, mereka merangkai kecintaan terhadap Purworejo menggunakan akun
yang mereka buat. hasilnya luar biasa, tidak hanya sekedar jalinan komunikasi,
namun interaksi bergulir ke berbagai sisi kehidupan.
![]() |
Ketiga admin PurworejoUpdate dan AsliPoerworedjo melakukan aktivitas meng-admin akun twitter PU. dok Pri |
Adalah Nanang (33) seorang warga Purworejo yang mengaku sangat mencintai
kota kelahirannya, Purworejo. Meskipun telah melalang buana ke berbagai daerah
di Indonesia, namun tidak sekalipun ia terbersit untuk meninggalkan
identitasnya sebagai seorang warga Purworejo.
Wednesday, 28 January 2015
Memoar 25: Saksi KLB Hijrah Presiden Soekarno
Mbah Atmo Sempat Melihat
Bung Karno Naik Kereta Api Uap
Bung Karno Naik Kereta Api Uap
Belasan
kuli angkut atau yang biasa dikenal dengan istilah porter terlihat
berdiri di peron stasiun Kutoarjo siang itu. Mereka menatap ke arah
barat menyongsong kedatangan KA Kutojaya Selatan yang akan segera
memasuki stasiun. Ketika kereta mulai melambat, tanpa menunggu kereta
berhenti mereka naik ke atas kereta untuk menyongsong rejeki: membantu
mengangkut barang bawaan milik penumpang.
![]() |
Petugas porter sedang melayani penumpang yang turun di stasiun Kutoarjo. Dok Pri |
Dalam kumpulan belasan porter berseragam kuning
tersebut, satu sosok pria lanjut usia turut berdiri menyongsong laju
kereta. Meski tidak segesit porter lainnya, namun ia tanpa ragu ataupun
takut meloncat ketika kereta mulai berhenti. Tidak lama kemudian ia
mendapatkan klien pertamanya. Satu koper berukuran besar dipanggulnya.
Tidak ada gerakan gemetar maupun terhuyung ketika
Mbah Atmo, demikian nama pria lanjut usia itu mengangkat barang bawaan
milik seorang penumpang. Sigap ia mengikuti pengguna jasanya keluar
menuju teras stasiun. Setelah itu upah beberapa kembar uang dua ribu dan
seribu rupiah dimasukkannya ke kantong ditemani senyuman lega.
Tuesday, 23 December 2014
Memoar 24: Pengubah Wajah Pendidikan Indonesia dari Kaligesing
Pak Jenthu Meminta Ibu Saya Menyekolahkan Semua Anaknya
Rm N Driyarkara SJ memang menjadi tokoh
nasional dengan berbagai pemikiran yang mewarnai dunia filsafat dan pendidikan
di Indonesia. Namun di balik semua itu, rektor pertama PTPG Sanata Dharma ini
juga meninggalkan kesan untuk warga di daerah kelahirannya di desa Kedunggubah,
kecamatan Kaligesing, Purworejo.
Puluhan warga desa Kedunggubah kecamatan
Kaligesing, Purworejo sejak Rabu (12/6) pagi sibuk berkumpul di balai desa dan
juga di suatu perbukitan setempat. Mereka memersiapkan perayaan ulang tahun
ke-100 Rm N Driyarkara SJ yang akan dilaksanakan pada Kamis (13/6).
![]() |
Puluhan warga desa Kedunggubah kecamatan kaligesing, Purworejo memersiapkan lokasi peletakan batu pertama peringatan tempat lahir tokoh nasional Rm N Driyarkara SJ. Dok pri |
Menurut Kepala Desa Kedunggubah, Budiyanto,
acara akan dilaksanakan di dua titik. Yang pertama adalah lokasi kelahiran
Driyarkara yang ada di satu perbukitan di wilayah desa Kedunggubah. Meski rumah
kelahiran kini telah menjadi lahan kosong, namun pada peringatan 100 tahun
Driyarkara akan didirikan semacam batu peringatan.
"Selanjutnya acara selamatan akan
diadakan di balai desa, diikuti berbagai lapisan masyarakat dan pejabat di
Purworejo," jelas Budiyanto ketika ditemui di balai desa Kedunggubah, Rabu
(12/6).
Budiyanto menyatakan, masyarakat desa
Kedunggubah antusias merayakan hari lahir tokoh rohaniwan Katholik tersebut.
pasalnya, semangat yang dikobarkan oleh Rm N Driyarkara tidak hanya untuk umat
Katholik tapi juga untuk bangsa Indonesia.
Monday, 22 December 2014
Memoar 23: Uniknya Barter Dawet Ketika Musim Panen
Inun
Berkeliling Setahun Penuh
Tak punya sawah namun memanen gabah. Tak
menggarap sawah namun menjual gabah. Itulah kiranya kata yang cocok untuk
menggambarkan para pedagang dawet putih dari desa Kaliagung kecamatan Bagelen
kabupaten Purworejo ini.
Sejak puluhan tahun yang lalu, warga desa
tersebut telah menggeluti profesi pedagang dawet. Namun, mereka bukan pedagang
biasa. Tidak seperti umumnya pedagang dawet yang mendapatkan hasil berupa uang,
mereka mendapatkan gabah.
Cara berjualannya pun unik, mereka menjajakan
dawet kepada para petani yang sedang memanen padinya. Pagi mereka mengantar
dawet, siang hari mereka berkeliling memunguti gabah pembayaran. Pada musim
panen seperti sekarang, itulah waktu ketika mereka mulai beraksi.
Labels:
Intip,
jalan-jalan,
Jenar,
kuliner,
Memoar,
Purworejo,
sehari-hari,
Unik
Sunday, 21 December 2014
Memoar 22: Harmonisasi Pedesaan dalam Gejuk Lesung
Elia Menikmati Hentakan Suara
Lesung
Di tengah gempuran budaya modern, sekelompok
warga di Kelurahan Pangenrejo kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo masih
teguh memegang budaya peninggalan nenek moyang. Istimewanya mereka merupakan
warga yang tinggal di wilayah perkotaan. namun demikian, mereka malah
menggandrungi kesenian yang umumnya disukai petani pedesaan: Gejuk Lesung.
Gejuk Lesung merupakan kesenian yang berasal
dari budaya kehidupan petani pedesaan Jawa tempo dulu. Waktu itu untuk
menghasilkan beras dari buliran padi, petani menumbuk gabah menggunakan lesung
yang ditumbuk dengan alu. Dalam prosesnya, untuk menumbuk padi dalam lesung
dibutuhkan beberapa orang.
![]() |
Grup Kesenian Gejuk Lesung "Mardi Swara" dari kelurahan Pangenrejo kecamatan/kabupaten Purworejo sedang tampil dalam pembukaan Gebyar Buku dan Budaya Purworejo 2013 |
"Karena itu, tumbuk padi ini juga menjadi
momen kerukunan pengerat hubungan antar warga. Karena dilakukan bersama-sama,
ketika akan menumbuk padi, lesung digejuk (dipukul) dengan irama tertentu untuk
memanggil warga lainnya. Namun, irama tersebut ternyata memiliki keindahan
tersendiri," jelas pemimpin kelompok seni Gejuk Lesung "Mardi
Swara," di kelurahan Pangenrejo, Suwardiyo (51) belum lama ini.
Suwardiyo menuturkan, untuk menumbuk padi
dalam lesung, dibutuhkan sekitar enam orang. Masing-masing memiliki alu yang
berbeda bentuk dan bahannya. Namun, dari perbedaan inilah nada-nada yang
berbeda dihasilkan. Dengan memukul secara bergantian, nada-nada yang rancak pun
dihasilkan.
"Menumbuk padi lama-kelamaan menjadi
semacam kebiasaan tersendiri untuk orang Jawa pada zaman dulu. Setelah lesung
tergeser oleh mesin giling padi, kerinduan mendengarkan suara alu yang beradu
dengan lesung masih saja ada. Karena itulah kami membentuk grup kesenian Gejuk
Lesung ini," paparnya ketika ditemui di sela Pembukaan Gebyar Buku dan
Budaya di Gedung Wanita, Purworejo.
Selain enam penumbuk, dalam kesenian ini
diperlukan pula beberapa penyanyi atau penggerong. Dengan menyanyikan lagu-lagu
Jawa lama dan lagu-lagu dolanan, mereka berhasil menampilkan perpaduan serasi
antara irama tumbukan lesung dan alu dengan suara penyanyi. Tak ayal, mereka
yang masa kecilnya pernah bersentuhan dengan budaya tumbuk padi dengan lesung
ini pun terpesona dengan penampilan kelompok ini.
![]() |
Grup Kesenian Gejuk Lesung "Mardi Swara" dari kelurahan Pangenrejo kecamatan/kabupaten Purworejo sedang tampil dalam pembukaan Gebyar Buku dan Budaya Purworejo 2013 |
Seorang pemain Gejuk Lesung, Elia Rizky
Pramono (16) mengungkapkan, ada keasyikan tersendiri mendengarkan suara
hentakan alu ke lesung. Meskipun ketika ia lahir peran lesung telah tergeser
oleh mesin giling padi, namun ia mengaku bisa menikmati kesenian ini.
"Asyik aja, suaranya bikin semangat
terus," jelas remaja ini.
Meskipun terlihat sederhana, lanjut Elia, ada
kesulitan tersendiri dalam memainkan Gejuk Lesung. Hal tersebut utamanya dalam
mengharmoniskan hentakan alu agar menghasilkan nada yang baik dan tidak saling
menutup.
"Karena itu, latihan jadi hal yang
pentig. Biasanya kalau ada panggilan pentas, latihan jadi intensif, bisa
dua-tiga kali seminggu," jelasnya.
Suwardiyo menyambung, awalnya grup kesenian
tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Pada suatu acara Natalan di GKJ
Purworejo Selatan, timbullah keinginan menampilkan kesenian tradisional.
Kemudian tercetuslah ide menampilkan Gejuk Lesung.
"Ternyata kesenian mendapat sambutan yang
baik dari jemaat gereja. Malah kemudian kesenian ini diminta tampil di berbagai
tempat. Jadinya malah keterusan seperti ini," ujarnya sambil tersenyum.
Saturday, 20 December 2014
Memoar 21: Obelisk di Purworejo
Kokohnya Monumen Pembangunan Jalan
Purworejo-Magelang
Bangunan
bersejarah dengan segala keunikannya memang banyak dijumpai di wilayah
Kabupaten Purworejo. Satu dari sekian banyak bangunan itu adalah tugu
peringatan pembangunan jalan penghubung Kabupaten Puworejo dengan Magelang.
Monumen yang terletak di Desa Bener, Kecamatan Bener ini menyimpan banyak hal
menarik yang tersimpan meski kondisinya kini kurang terawat.
Pada
masanya bangunan tugu yang masih terlihat kokoh berdiri ini di pinggir Jalan
Raya Purworejo-Magelang Km 14, Desa Bener, Kecamatan Bener ini dijadikan
sebagai penanda mulai dibukanya proyek pembangunan jalan raya penghubung
Purworejo dan Magelang. Proyek pembangunan jalan ini di diketahui dilakukan
oleh pemerintah kolonial Belanda yang saat itu tengah menjajah Indonesia.
Labels:
Intip,
jalan-jalan,
Loano,
Memoar,
pendidikan,
Purworejo,
sehari-hari,
Sejarah,
Unik
Friday, 19 December 2014
Memoar 20: Manis dan Gurihnya Kue Lompong
Kue Tradisional Perpaduan Budaya
Purworejo
memiliki beberapa makanan khas yang selalu dicari penggemarnya. Satu di
antaranya adalah Kue Lompong. Kekhasan rasanya menjadikan kue ini selalu dicari
warga Purworejo perantau ketika kembali ke daerahnya. Peluang inilah yang
ditangkap oleh Sulimah (45) warga Jln Brigjend Katamso 50A Pangen Juru Tengah
Kelurahan/Kecamatan Purworejo.
Sekitar tiga
tahun menekuni usaha pembuatan kue Lompong, Sulimah kini menjadi satu dari
sekian pembuat Kue Lompong yang kebanjiran pesanan kala liburan tiba. Masa liburan
sekolah memang menjadi masa-masa sibuk bagi Ema, demikian Sulimah dipanggil.
Pesanan Kue Lompong membludak dari para warga Purworejo perantau yang sedang
mudik. Rupanya rasa khas Kue Lompong menjadi primadona tersendiri.
"Ya memang
andalannya kalau liburan, seperti liburan Natal dan Tahun Baru ini. Produksi
saya bisa meningkat sampai dua kali lipat. Biasanya buat dua kilo sehari, bisa
sampai empat atau lima kilo kalau liburan," jelas Ema ketika ditemui di
rumahnya, Minggu (6/1/2013).
Menurut Ema,
para pembeli umumnya kangen dengan rasa kue Lompong yang khas. Selain menikmati
kekhasan Purworejo melalui makanan, tidak sedikit yang memborongnya sebagai
oleh-oleh. Dengan harga Rp 1200-2000 per biji, manisnya kue yang berwarna hitam
dengan isi kacang sudah bisa dinikmati. Tentunya bukan sekedar manis, sentuhan
merang bakar dan rebusan gagang Lompong (talas) memperkaya cita rasanya.
Labels:
bisnis,
Intip,
jalan-jalan,
kuliner,
Memoar,
Purworejo,
sehari-hari,
Unik
Thursday, 18 December 2014
Memoar 19: Grebeg Sulutu di Bagelen
Khasanah Budaya Bagelen yang Unik dan Menarik
Purworejo memiliki berbagai
khasanah budaya yang luar biasa dan beragam. Semuanya mencerminkan kehidupan
masyarakatnya yang hidup dalam harmoni dengan alam dan sesama. Satu contohnya
adalah berbagai acara kebudayaan misalnya Grebeg Sulutu yang ada di Kecamatan
Bagelen. Seandainya dikemas dalam acara yang mendapat dukungan pemerintah,
tentu tidak hanya Grebeg Sulutu, namun berbagai khasanah kebudayaan lainnya
bisa menjadi atraksi wisata budaya yang menarik minat banyak wisatawan.
Satu contoh Grebeg Salutu
adalah yang diselenggarakan oleh ratusan warga desa Kalirejo kecamatan Bagelen,
Purworejo, Minggu (2/12/2012). Dalam grebeg ini warga menampilkan berbagai
kesenian seraya berziarah ke dua petilasan di wilayah Bagelen, Purworejo. Acara
ini merupakan event tahunan yang diharapkan mendukung upaya desa ini menjadi
desa wisata dalam waktu dekat.
Labels:
Event,
jalan-jalan,
Memoar,
Purworejo,
sehari-hari,
Unik
Wednesday, 17 December 2014
Memoar 18: Merti Desa Kolosal di Puncak Gunung di Purworejo
Merti Desa,
Warga Sembelih 4.220 Ayam
Luar biasa, itulah kiranya kata yang tepat untuk menggambarkan
upaya warga desa Kemranggen kecamatan Bruno, Purworejo. Dalam menyelenggarakan
tradisi merti desa (semacam bersih desa), warga menyembelih 4.220 ekor ayam.
Total dana yang dihabiskan mencapai Rp 217.728.450.
Merti desa merupakan acara syukuran setelah warga panen padi.
Dengan diadakannya acara itu, warga berharap panen berikutnya hasilnya akan
lebih baik. Selain itu, acara tersebut juga untuk mendoakan para leluhur
masyarakat setempat sekaligus melestarikan budaya yang ada.
Sebagai bagian acara, warga menyajikan puluhan ambeng yang
diletakkan di atas lincak. Rata-rata setiap ambeng dibuat oleh beberapa warga
yang tergabung dalam kelompok. Acara merti desa sendiri dimulai sore hari
sekitar pukul 17.00.
“Tahun ini meningkat, jika tahun 2009 hanya 49 ambeng, sekarang
51 ambeng, dan tahun 2009 hanya 3.289 ayam sekarang 4.220, selisih 930an ekor,”
terang ketua panitia merti desa, Wasikun, Kamis (27/12/2012) sore.
Kegiatan merti desa yang dilakukan setiap tiga tahun sekali,
dilakukan di halaman rumah kepala desa Kemranggen dan dihadiri Bupati
Purworejo, Muspika kecamatan Bruno dan undangan dari desa sekitar dengan jumlah
undangan mencapai sekitar 1.700 orang.
Dalam kesempatan itu Bupati Purworejo selain hadir dalam merti
desa di Desa Kemranggen, pihaknya juga memberikan sertifikat kepada Desa
Kemranggen untuk dicanangkan sebagai Desa Wisata dan Desa dengan semboyan stop
buang air besar sembarangan.
Bupati mengatakan bahwa Desa Kemranggen merupakan satu desa di
Kecamatan Bruno yang memunyai berbagai potensi wisata dan banyak budaya lain
yang layak dilestarikan. “Dengan didukung oleh kesepakatan masyarakat dalam
pencanangan untuk tidak membuang air besar di sembarang tempat, diharapkan desa
Kemranggen menjadi desa percontohan dalam budaya yang baik, dan sebagai satu
desa wisata yang bisa menjadi andalan Purworejo,” ujar Bupati.
Tuesday, 16 December 2014
Memoar 17: Ritual Menjamas Jaran Kepang
Agar Roh Jahat Tak Masuk
Jaran Kepang merupakan satu
bentuk kesenian rakyat yang telah lama berkembang di nusantara. Globalisasi
yang terwujud dalam maraknya budaya asing masuk ke Indonesia memang cukup
mempengaruhi kelangsungan hidup berbagai kebudayaan nasional Indonesia, tidak
terkecuali Jaran Kepang. Namun di Purworejo, kesenian ini memiliki cara sendiri
untuk bertahan bahkan berkembang.
Hal itulah yang terlihat dalam
kegiatan beberapa warga dusun Krajan Kulon desa Kemanukan kecamatan Bagelen,
Purworejo. Pada Minggu (9/12/2012) mereka secara bergotong-royong
"menjamas" peralatan Jaran Kepang yang mereka miliki. Inilah sebagai
bukti, bahwa sesungguhnya masyarakat di Purworejo masih mencintai budaya
sendiri.
![]() |
Puluhan anggota kelompok kesenian Jaran Kepang "Karya Budaya" melakukan prosesi jamasan peralatan Jaran Kepang. Dok Pri |
Bagi kelompok warga tersebut,
peralatan Jaran Kepang bagaikan pusaka yang harus dirawat secara rutin. Tidak
ubahnya keris yang dijamas setiap bulan Sura dalam penanggalan Jawa, berbagai
peralatan Jaran Kepang dibersihkan dan diset kembali seperti keadaan awalnya.
Labels:
Event,
Intip,
jalan-jalan,
Memoar,
Purworejo,
sehari-hari,
Unik
Monday, 15 December 2014
Memoar 16: Uniknya Salon Kambing
Geliat Usaha Salon Kambing di tengah Berkembangnya
Peternakan Kambing
Purworejo dikenal sebagai
daerah asal kambing unggulan Peranakan Ettawa (PE) dengan ras Kaligesing. Hal
ini membuat banyak peternak baik dari luar dan dalam Purworejo
mengusahakan peternakan kambing PE tersebut. Banyaknya kambing PE ini
dimanfaatkan oleh Y Sumarno (51), warga dusun Kalikotak Desa Tlogoguwo
Kecamatan Kaligesing, Purworejo untuk membuka usaha salon kambing.
Usaha yang ditekuni oleh
Sumarno sejak 2007 ini memang unik dan berbeda. Apabila terpikir kata salon,
tentu orang akan berpikir suatu tempat dimana penampilan dipoles dan
disempurnakan. Demikian pula yang dilakukan Sumarno, bedanya, ia memoles dan
dan menyempurnakan penampilan kambing.
![]() |
Kambing jantan terkuat sekalipun tidak akan bisa berontak ketika sudah dipasang di alat penjepit milik Sumarno. Dok Pri |
"Awalnya usaha ini
berangkat dari keprihatinan harga kambing jatuh karena penampilannya kurang
baik. Hal itu bisa disebabkan oleh tanduk yang tidak simetris, patah sebelah,
ataupun melengkung menusuk kulit kepala. Kalau sudah begitu, harganya bisa
turun drastis,
Labels:
bisnis,
Intip,
Kaligesing,
Memoar,
Purworejo,
sehari-hari,
Unik
Sunday, 14 December 2014
Memoar 15: Mata Air Asin di Pegunungan
Mata Air Bayuasin, Tak
Pernah Kering di Musim Kemarau
Sekalipun
sebagian wilayahnya berada daerah perbukitan, namun ada satu wilayah di
kecamatan Loano, Kab Purworejo yang diberi nama "Banyuasin." Ternyata
nama tersebut berasal dari nama mata air Banyuasin yang berada di dukuh
Ngemplak, desa Banyuasin Spare, kec Loano, Purworejo. Mata air tersebut tidak
pernah kering di musim kemarau.
Sesuai
namanya, air yang dihasilkan mata air tersebut berasa asin, jauh berbeda dengan
beberapa mata air lain di sekitarnya.
![]() |
Sriyanto mengambil segayung air asin dari mata air Banyuasin. Dok Pri |
Sekretaris desa Banyuasin
Spare, Sriyanto (50), yang juga menjadi penjaga mata air tersebut menyatakan,
mata air tersebut sering dikunjungi orang dari jauh karena diduga memiliki
tuah.
Labels:
Intip,
jalan-jalan,
Jelajah,
Memoar,
Purworejo,
sehari-hari,
Sejarah,
Unik
Saturday, 13 December 2014
Memoar 14: Jelajah Jalur KA Purworejo-Kutoarjo
Railfans
Yogya Jelajahi Jalur Non Aktif Purworejo-Kutoarjo
Tidak sekedar menyukai untuk diri
sendiri, namun juga memberikan bukti nyata. Itulah kiranya yang bisa dikatakan
untuk menggambarkan aktivitas pecinta kereta api dari Yogyakarta yang tergabung
dari Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) dan Railfans Yogyakarta (RF
YK). Pada Minggu (16/9/2012), mereka melakukan penjelajahan jalur non aktif
Purworejo-Kutoarjo sepanjang sekitar 12 kilometer tersebut.
![]() |
Tim penjelajah dari IRPS dan RF YK sedang menelusuri bekas halte Batoh. Tampak di belakang jalur rel tertutup rerumputan sehingga terkesan hilang. Dok Pri |
Berangkat dari kota Yogya secara
terpisah, sekitar 12 orang pecinta kereta api yang identik dengan sebutan Railfans ini
berkumpul di stasiun Purworejo sekitar pukul 10.00. Setelah berdiskusi di
kompleks stasiun dan melakukan pengamatan, sekitar pukul 11.00 penjelajahan
dilakukan dengan sepeda motor menuju Kutoarjo. Di sepanjang perjalanan, banyak
hal menarik ditemukan.
Friday, 12 December 2014
Memoar 13: Masjid Unik di Purworejo
Masjid Berarsitektur Hindu-Islam yang Miliki Lingga-Yoni Sebagai Dasar Bangunan
Purworejo memiliki sekitar 159 benda cagar budaya (BCB), sepuluh diantaranya berupa bangunan masjid. Keberadaan masjid-masjid BCB tersebut tersebar di berbagai wilayah di Kabupaten Purworejo.
Jemaah sedang beribadah di masjid An Nur. Dok Pri |
Dari data yang diperoleh
dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Purworejo, kesepuluh masjid itu adalah
Masjid Santren dan Sunan Geseng di Desa/Kecamatan Bagelen, Masjid An Nur di
Purwodadi, Masjid Tiban di Jenar Kidul Kecamatan Purwodadi), Masjid Janatun
Na'im di Desa Dlangu Kecamatan Butuh, Masjid Al Izhar di Kelurahan/Kecamatan
Kutoarjo, Masjid Darul Mutaqien di Kelurahan/Kecamatan Purworejo), Masjid Al
Iman di Loano dan dua masjid lagi di wilayah Cangkrep Lor Purworejo dan
Banyuurip.
Satu dari kesepuluh
masjid tersebut yaitu Masjid An Nur yang berada di Purwodadi, memiliki
keistimewaan berupa dua pasang lingga yoni yang menjadi
Labels:
jalan-jalan,
Jenar,
Masjid,
Memoar,
Purworejo,
sehari-hari,
Sejarah,
Unik
Wednesday, 10 December 2014
Memoar 12: Penyayang Ular Besar
Tidak Kapok Meski Pernah
Digigit
Memelihara ayam, kambing,
atau sapi tentu sudah jadi hal yang biasa. Namun apa jadinya ketika seekor ular
besar dipelihara? Itulah yang dilakukan oleh Sugeng Kuswanto (48) warga desa
Kalimiru kecamatan Bayan, Purworejo. Sejak sekitar 12 tahun yang lalu ia memelihara
seekor ular Phyton Reticulatus. Kini, kesehariannya dihabiskan untuk merawat
ular betina yang ia beri nama John Ma itu. Meski bukan pawang ular, namun bagi
Sugeng, ular Phyton merupakan peliharaan yang istimewa.
Proses Sugeng mendapatkan
John Ma memang unik. Sekitar awal 2000 Sugeng yang kala itu bekerja di jakarta
ditawari beberapa butir telur ular Phyton oleh seseorang dari Bangka. Orang
yang tengah frustasi karena tidak berhasil menjual telur-telur tersebut lantas
memberikannya kepada Sugeng. Walau sempat kebingungan mau diapakan, akhirnya
Sugeng memutuskan untuk menetaskannya.
Tuesday, 9 December 2014
Memoar 11: Kepahlawanan Darman Prasetyo dan Kru KRL 1131
Mengenang Prosesi
Pemakaman Masinis KRL Commuter Line 1131
Merinding…itulah yang saya rasakan ketika
meliput proses penjemputan jenazah hingga pemakaman almarhum Darman Prasetyo.
Masinis korban tabrakan antara Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line 1131 di
Bintaro pada 9 Desember 2013 ini dimakamkan di tanah kelahiran orangtuanya di
desa Jenar Wetan kecamatan Purwodadi, Purworejo.
Perasaan merinding itu bukan perasaan yang sama
ketika melewati tempat wingit nan angker, ataupun ketika merasa kedinginan.
Merinding itu lebih pada rasa kagum dan hormat pada apa yang dilakukan mas
Darman. Perasaan merinding yang belum pernah saya alami kembali hingga saat
ini.
Mata saya berkaca-kaca ketika melihat foto
pemberangkatan jenazah alm Darman pada 9 Desember di Stasiun Gambir.
Menggunakan KA Argo Lawu, jenazah dipulangkan ke Purworejo untuk pemakaman.
Proses pengiriman jenazah menggunakan KA ini termasuk momen langka.
Bukan, bukan itu yang membuat saya merasa kagum
dan terharu. Di koran Jawa Pos, foto pemberangkatan sungguh dramatis. Ratusan
karyawan PT kereta Api Indonesia (KAI) memberi hormat ketika semboyan 40, 41
dan 35 dilakukan. Mulai dari petinggi hingga karyawan di lapangan, semuanya
larut dalam suasana khidmat memberikan penghormatan terakhir pada rekan mereka
yang gugur ketika menjalankan tugas di lapangan.
![]() |
Ratusan Karyawan PT KAI memberi hormat ketika KA Argo Lawu yang membawa jenazah masinis KRL 1131 Darman Prasetyo diberangkatkan dari stasiun Gambir, Jakarta. Sumber: Jawa Pos |
Sorot kamera menangkap, tidak sedikit mereka
yang ikut memberi hormat itu berkaca-kaca kedua matanya. Tak sedikit yang
terisak ketika kereta perlahan meninggalkan stasiun khusus kereta kelas
eksekutif tersebut.
Subscribe to:
Posts (Atom)