Elia Menikmati Hentakan Suara
Lesung
Di tengah gempuran budaya modern, sekelompok
warga di Kelurahan Pangenrejo kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo masih
teguh memegang budaya peninggalan nenek moyang. Istimewanya mereka merupakan
warga yang tinggal di wilayah perkotaan. namun demikian, mereka malah
menggandrungi kesenian yang umumnya disukai petani pedesaan: Gejuk Lesung.
Gejuk Lesung merupakan kesenian yang berasal
dari budaya kehidupan petani pedesaan Jawa tempo dulu. Waktu itu untuk
menghasilkan beras dari buliran padi, petani menumbuk gabah menggunakan lesung
yang ditumbuk dengan alu. Dalam prosesnya, untuk menumbuk padi dalam lesung
dibutuhkan beberapa orang.
Grup Kesenian Gejuk Lesung "Mardi Swara" dari kelurahan Pangenrejo kecamatan/kabupaten Purworejo sedang tampil dalam pembukaan Gebyar Buku dan Budaya Purworejo 2013 |
"Karena itu, tumbuk padi ini juga menjadi
momen kerukunan pengerat hubungan antar warga. Karena dilakukan bersama-sama,
ketika akan menumbuk padi, lesung digejuk (dipukul) dengan irama tertentu untuk
memanggil warga lainnya. Namun, irama tersebut ternyata memiliki keindahan
tersendiri," jelas pemimpin kelompok seni Gejuk Lesung "Mardi
Swara," di kelurahan Pangenrejo, Suwardiyo (51) belum lama ini.
Suwardiyo menuturkan, untuk menumbuk padi
dalam lesung, dibutuhkan sekitar enam orang. Masing-masing memiliki alu yang
berbeda bentuk dan bahannya. Namun, dari perbedaan inilah nada-nada yang
berbeda dihasilkan. Dengan memukul secara bergantian, nada-nada yang rancak pun
dihasilkan.
"Menumbuk padi lama-kelamaan menjadi
semacam kebiasaan tersendiri untuk orang Jawa pada zaman dulu. Setelah lesung
tergeser oleh mesin giling padi, kerinduan mendengarkan suara alu yang beradu
dengan lesung masih saja ada. Karena itulah kami membentuk grup kesenian Gejuk
Lesung ini," paparnya ketika ditemui di sela Pembukaan Gebyar Buku dan
Budaya di Gedung Wanita, Purworejo.
Selain enam penumbuk, dalam kesenian ini
diperlukan pula beberapa penyanyi atau penggerong. Dengan menyanyikan lagu-lagu
Jawa lama dan lagu-lagu dolanan, mereka berhasil menampilkan perpaduan serasi
antara irama tumbukan lesung dan alu dengan suara penyanyi. Tak ayal, mereka
yang masa kecilnya pernah bersentuhan dengan budaya tumbuk padi dengan lesung
ini pun terpesona dengan penampilan kelompok ini.
Grup Kesenian Gejuk Lesung "Mardi Swara" dari kelurahan Pangenrejo kecamatan/kabupaten Purworejo sedang tampil dalam pembukaan Gebyar Buku dan Budaya Purworejo 2013 |
Seorang pemain Gejuk Lesung, Elia Rizky
Pramono (16) mengungkapkan, ada keasyikan tersendiri mendengarkan suara
hentakan alu ke lesung. Meskipun ketika ia lahir peran lesung telah tergeser
oleh mesin giling padi, namun ia mengaku bisa menikmati kesenian ini.
"Asyik aja, suaranya bikin semangat
terus," jelas remaja ini.
Meskipun terlihat sederhana, lanjut Elia, ada
kesulitan tersendiri dalam memainkan Gejuk Lesung. Hal tersebut utamanya dalam
mengharmoniskan hentakan alu agar menghasilkan nada yang baik dan tidak saling
menutup.
"Karena itu, latihan jadi hal yang
pentig. Biasanya kalau ada panggilan pentas, latihan jadi intensif, bisa
dua-tiga kali seminggu," jelasnya.
Suwardiyo menyambung, awalnya grup kesenian
tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Pada suatu acara Natalan di GKJ
Purworejo Selatan, timbullah keinginan menampilkan kesenian tradisional.
Kemudian tercetuslah ide menampilkan Gejuk Lesung.
"Ternyata kesenian mendapat sambutan yang
baik dari jemaat gereja. Malah kemudian kesenian ini diminta tampil di berbagai
tempat. Jadinya malah keterusan seperti ini," ujarnya sambil tersenyum.
No comments:
Post a Comment