Hanya satu catatan dari pengamatan saya

Hasil pengamatan seputar kehidupan sehari-hari, jalan-jalan, film, hingga soal sejarah, kereta api dalam dan luar negeri

Friday 8 December 2017

"Membangkitkan Kembali" Lokomotif Seri BB200

Mengingat Kembali Era Dieselisasi Perkeretaapian Indonesia

 
Kepala Balai yasa Yogyakarta, Eko Purwanto berdiri di samping lokomotif diesel elektrik seri BB200 no 8 di Balai Yasa Yogyakarta, Kamis (28/5). Setelah beberapa waktu lalu sukses merestorasi lokomotif Bima Kunting, PT KAI kembali melakukan restorasi pada lokomotif yang menjadi tonggak sejarah perkeretaapian di Indonesia. Kali ini lokomotif diesel elektrik seri BB200 direstorasi untuk kemudian dibawa ke Ambarawa untuk melengkapi koleksi museum perkeretaapian di sana.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, demikian Bung Karno pernah berkata. Mengingat sejarah memang memberikan banyak pelajaran berharga, termasuk bagaiman menatap masa depan. itulah rupanya yang sedang dilakukan oleh jajaran PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Setelah beberapa waktu lalu sukses merestorasi lokomotif Bima Kunting, PT KAI kembali melakukan restorasi pada lokomotif yang menjadi tonggak sejarah perkeretaapian di Indonesia. Kali ini lokomotif diesel elektrik seri BB200 direstorasi untuk kemudian dibawa ke Ambarawa untuk melengkapi koleksi museum perkeretaapian di sana.

PT KAI memang gencar untuk melakukan restorasi pada aset bersejarahnya. Setelah sukses merestorasi beberapa stasiun dan mengumpulkan benda bersejarah seputar perkeretaapian, sarana kereta api mendapat gilirannya. 
 
Dihimpun dari berbagai sumber, tercatat PT KAI telah sukses melakukan langkah besar menghidupkan lokomotif diesel pertama seri CC200, kemudian lokomotif uap seri E10 yang dikenal sebagai Mak Itam, lokomotif uap C12 yang dikenal sebagai Jaladara, hingga restorasi Bima Kunting yang kini sedang menanti sentuhan selanjutnya di Taman Benteng Vredeburg di Yogyakarta.
 

Dalam setiap langkah pelestarian sarana perkeretaapian, PT KAI memang tidak selalu melakukan langkah yang sama. Misalnya saja tidak semua lokomotif yang afkir dihidupkan kembali. Beberapa hanya menjalani restorasi atau menjadi monumen. Namun, semuanya itu tidak mengurangi niat positif yang dilakukan PT KAI yang telah memiliki unit khusus untuk pelestarian benda dan bangunan bersejarah ini. 

Misalnya saja, ketika merestorasi lokomotif BB200 ini, tim terkendala minimnya suku cadang lokomotif. Maklum saja, lokomotif ini didatangkan dari pembuatnya yaitu General Motors Electro Motive Division (GM-EMD) di Amerika pada 1957. Yang patut diingat, produsen sarana perkeretaapian yang sama membuat lokomotif seri CC202 dan 205 yang masih beroperasi di Sumatra hingga sekarang.

Berdasarkan data dari web Unit Pusat Pelestarian Perawatan dan Desain Arsitektur PT KAI, BB200 merupakan lokomotif diesel tipe elektrik yang bergandar roda penggerak ganda (seri BB) dan didatangkan oleh Djawatan Kereta Api (DKA) pada 1957. Sedangkan lokomotif diesel pertama ada di Indonesia adalah CC200 buatan General Electric (GE) Amerika Serikat yang datang pada 1953-1954.

Menurut kontrak pembelian tertanggal 6 April 1956 sebanyak 35 buah lokomotif BB200 telah datang di tahun 1957, alokasinya ke Dipo Semarang 27 unit dan sisanya ke Dipo Kertapati (Palembang) 4 unit, Dipo Tanjungkarang (Lampung) 1 unit dan 3 unit BB200 (BB200 10, BB200 11 dan BB200 18) adalah produk afkir. Ketiga BB200 ini dihapuskan sesuai surat Dirtab / Tkb No 1129 / L 11 / 67, Bd 1 Pebruari 1967.

Sesuai uraian teknik Lokomotif BB200 bahwa tampak long-hood (hidung panjang) sebenarnya adalah bagian muka (depan). Jadi sangatlah unik, karena tampak depannya seperti lokomotif uap, kabin kemudi ada di belakang. Karena jika kita lihat adalah benar dalam kabin BB200 ini cuma ada 1 panel kemudi yang berada di sisi kanan kabin menghadap ke depan long-hood. 
 
Tentunya masinis lebih ergonomis jika memandang ke long-hood untuk mengemudikan BB200 ini. Persoalan ini tidak bisa disamakan dengan lokomotif produksi General Electric (GE), yang mempunyai panel kemudi ganda tiap kabin. Lokomotif BB200 memiliki ciri khas terdapat plat nomor lokomotif yang diberada di sebelah kanan dan kiri dari lampu lokomotif.

Lokomotif BB200 ini mempunyai tipe mesin EMD (8) 567 C, sedangkan grup mesin manufaktur GM adalah model mesin G8 atau detailnya G8-567 CR, G8 karena mempunyai 8 silinder dengan konfigurasi V. BB200 memiliki 2 bogie dengan susunan roda gandarnya A1A-A1A, roda tengah tidak memiliki motor traksi (idle), tetapi berfungsi sebagai penahan beban terberat body loko tersebut. Lokomotif BB200 ini sama dengan tipe G8 yang berada di luar negeri, seperti: Australia, Kanada, Brazil, Kuba, Mesir, Iran, Korea Selatan, Liberia dan Selandia Baru. 

Di Amerika Serikat sendiri malah tidak ada maskapai yang memakai lokomotif tipe G8 ini karena kapasitas tenaga kudanya dianggap kurang besar. Sebagian besar lokomotif GM-EMD di Amerika Serikat sendiri lebih dipilih yang mempunyai daya 2000 HP (horse power) ke atas, sedangkan BB200 memiliki daya 875 HP dapat melaju hingga kecepatan maksimum 110 km/jam.

Di zaman keemasannya, BB200 aktif untuk menarik kereta ekspress seperti Bima, Mutiara Utara, Pandanaran, Senja Utama, Purbaya dan untuk menarik kereta barang. Pada tahun 1984, dilakukan repowering pada lokomotif BB200. Tujuan repowering adalah untuk mengembalikan kinerja lokomotif seperti kondisi awal/baru dan memperpanjang masa pakai lokomotif. Karenanya GM sudah tidak memproduksi suku cadang BB200 ini dan seiring dengan pertambahan usianya, maka lokomotif ini jumlahnya semakin berkurang.

Langkanya suku cadang ini membuat lokomotif BB200 banyak yang afkir; beberapa yang diantaranya kemudian teronggok di kebun Balai Yasa Yogyakarta. Nasib baik mulai menghampiri ketika Unit Pelestarian PT KAI mulai melakukan revitalisasi di Ambarawa dan Tuntang. Upaya untuk melengkapi sejarah perjalanan perkeretaapian Indonesia pun dilakukan dengan mendatangkan koleksi yang memiliki nilai sejarah.

Menurut staf Program Non Bangunan dari Unit Pusat Pelestarian, Perawatan dan Desain Arsitektur PT KAI, Wawan Hermawan, lokomotif BB200 termasuk bagian sejarah awal era lokomotif diesel di Indonesia. Memang lokomotif diesel pertama adalah seri CC200 yang datang pada sekitar 1953. Namun lokomotif ini terlalu besar dan berat sehingga tidak bisa dipakai di jalur cabang yang hanya sanggup menopang lokomotif yang lebih ringan. Untuk itu didatangkanlah BB200 yang lebih ringan namun bertenaga. Karena itulah, BB200 kemudian menjadi andalan lokomotif diesel untuk lintas percabangan.

"Karena itu, lok (lokomotif) BB200 menjadi benda cagar budaya yang penting. Di Pengok (Balai Yasa Yogyakarta, red) sendiri ada beberapa unit yang afkir. Untuk itu kami berupaya merestorasi unit yang kondisinya paling baik untuk dibawa ke Tuntang seiring rencana untuk pengembangan Tuntang sebagai museum bertema lokomotif diesel," jelasnya, Kamis (28/5/2015).

Dalam prosesnya, restorasi lokomotif yang kini dicat warna kejayaan DKA yaitu krem-hijau-merah ini memerlukan waktu sekitar tiga bulan. Lokomotif ini menjalani pengerjaan pada Maret-April 2015. Meski sempat beroperasi pada era PJKA hingga Perumka yang memakai cat merah-biru, namun diputuskan untuk mengembalikan ke warna aslinya.
Sudut lain lokomotif diesel elektrik BB200 no 8. Lokomotif diesel ini sempat menjadi primadona perkeretaapian untuk melayani jalur cabang yang belum mampu melayani lokomotif besar waktu itu.
 

Sementara itu, Kepala Balai Yasa Yogyakarta, Eko Purwanto ketika ditemui media mengatakan, saat ini proses restorasi telah dilakukan hingga 95 persen. Proses restorasi tidak mengalami kesulitan berarti karena pihak Balai Yasa Yogyakarta memiliki data seluruh lokomotif yang beroperasi di Jawa. Sebenarnya, bisa saja lokomotif ini dihidupkan kembali, namun hal itu tentunya tidak efisien karena harus mendatangkan onderdil yang sulit diperoleh.

"Kalaupun dihidupkan, tentu tidak efisien karena daya tariknya kecil, tidak sebesar lokomotif sekarang. Lagipula, mesinnya bahkan sudah tidak diproduksi. Karena itu diputuskan untuk mengembalikan saja kondisinya seperti semula. Tentunya akan menarik ketika menjadi monumen," katanya.

Wawan menyambung, karena berukuran besar dan cukup berat, ada pertimbangan tersendiri ketika pada akhirnya nanti dibawa ke Ambarawa atau Tuntang. Untuk itu ada dua alternatif yang bisa dilakukan.

"Yang pertama adalah ditarik melalui rel. Namun risikonya, karena menarik lokomotif mati tentu kecepatan dibatasi. Hal ini bisa mengganggu perjalanan kereta yang lain. Untuk itu, bisa pula memakai trailer yang berjalan perlahan di jalan raya," katanya.

Mengenai waktu pengiriman, Wawan menyatakan pihaknya sebenarnya sudah siap memindahkan lokomotif ini. Namun, karena proses revitalisasi jalur rel Kedungjati-Tuntang, maka pemindahan untuk sementara ditunda. Sebab, ada rencana untuk mengoperasikan kembali stasiun Tuntang.

"Karena itu, bisa pula BB200 ini nantinya tidak jadi di Tuntang namun di Ambarawa. Namun untuk ke depannya, kami masih menunggu perkembangan," imbuh dia.

Setelah sukses merestorasi lokomotif BB200, lanjut Wawan, pihaknya tidak hanya berhenti di sini. Ke depan, sejumlah armada lokomotif akan direstorasi atau dihidupkan kembali, terutama yang memiliki nilai sejarah.

"Misalnya saja lokomotif ser CC200 no 15 yang saat ini disimpan di Dipo Lokomotif Cirebon. Kemudian ada pula lokomotif mekanik seri DD5512 dari Cirebon Prujakan. Sementara untuk lokomotif uap, wacananya nanti pada 2016 lokomotif seri D14 akan dihidupkan. Wacananya pula, lokomotif ini akan dipakai untuk menemani Jaladara yang telah lebih dulu beroperasi," pungkasnya.(*)

No comments:

Post a Comment

Mohon bantuan kliknya