Jaran Kepang merupakan satu
bentuk kesenian rakyat yang telah lama berkembang di nusantara. Globalisasi
yang terwujud dalam maraknya budaya asing masuk ke Indonesia memang cukup
mempengaruhi kelangsungan hidup berbagai kebudayaan nasional Indonesia, tidak
terkecuali Jaran Kepang. Namun di Purworejo, kesenian ini memiliki cara sendiri
untuk bertahan bahkan berkembang.
Hal itulah yang terlihat dalam
kegiatan beberapa warga dusun Krajan Kulon desa Kemanukan kecamatan Bagelen,
Purworejo. Pada Minggu (9/12/2012) mereka secara bergotong-royong
"menjamas" peralatan Jaran Kepang yang mereka miliki. Inilah sebagai
bukti, bahwa sesungguhnya masyarakat di Purworejo masih mencintai budaya
sendiri.
Puluhan anggota kelompok kesenian Jaran Kepang "Karya Budaya" melakukan prosesi jamasan peralatan Jaran Kepang. Dok Pri |
Bagi kelompok warga tersebut,
peralatan Jaran Kepang bagaikan pusaka yang harus dirawat secara rutin. Tidak
ubahnya keris yang dijamas setiap bulan Sura dalam penanggalan Jawa, berbagai
peralatan Jaran Kepang dibersihkan dan diset kembali seperti keadaan awalnya.
Kelompok warga tersebut
merupakan kelompok kesenian Jaran Kepang "Karya Budaya," di bawah
pimpinan Paiman (56). Setiap Minggu Pon dalam bulan Sura, ia dan kelompoknya
melakukan prosesi jamasan peralatan Jaran Kepang. Berbagai peralatan tampil
yaitu Kuda Kepang, angklung, Kempul, Kenong, Gong, Saron, dan Kendang
dibersihkan secara bersama-sama di rumah seorang anggota.
Paiman menjelaskan,
prosesi jamasan perlengkapan diawali dengan prosesi adat sederhana. Sekitar
pukul 09.00 seorang sesepuh kesenian ini membacakan doa memohon keselamatan
sembari membakar kemenyan. Setelah itu seluruh anggota melakukan selamatan
sederhana. Selesai selamatan, barulah prosesi jamasan dilakukan.
Jamasan diikuti oleh segenap
anggota Karya Budaya sebanyak sekitar 25 orang. Masing-masing memiliki tugas
tersendiri. Paiman misalnya, ia bertugas membersihkan satu kuda kepang yang
sering dipakai tampil secara solo.
"Kalau dibersihkan,
dipakai pentas kan juga enak. Untuk alat musik misalnya angklung, suara akan
jadi lebih nyaring," jelas Paiman sembari menggosok kuda kepangnya.
Tidak ada cara atau perlakuan
khusus untuk menjamas peralatan Jaran Kepang. Untuk peralatan dari kayu, mereka
cukup menggosoknya dengan air yang telah diberi bunga. Untuk gamelan, logam
yang berkarat cukup digosok dengan kain yang telah dibasahi solar. Usai
dibersihkan, peralatan yang telah terpisah-pisah kemudian dijemur. Meski
peralatan yang ada sudah tua--karena Karya Budaya berdiri sejak 1988—namun
peralatan tersebut tetap terlihat dalam kondisi bagus karena rutin dirawat.
Sesepuh Karya Budaya, Parto
Wiryo (75) menjelaskan. Awalnya kelompok tersebut tidak memiliki tradisi khusus
menjamas peralatan jaran kepang. Namun, dalam beberapa kali kesempatan ia
sering menjumpai anggotanya kesurupan roh jahat. Karena tidak ingin sesuatu
yang buruk terjadi, maka diadakanlah jamasan dan selamatan.
"Dulu, bahkan roh-roh
jahat dari jauh sering masuk. Permintaan mereka aneh-aneh. Karena itu kemudian
dicari cara bagaimana hal tersebut tidak terjadi. Akhirnya, sesuai tradisi
leluhur, diadakan selamatan," ungkap Parto.
Proses penjamasan menyentuh hingga ke sudut-sudut peralatan sehingga pembersihan dapat optimal. Dok Pri |
Kini, sekitar 25 anggota Karya
Budaya tetap berkomitmen melestarikan kesenian Jaran Kepang ini. Meski berbagai
kelompok Jaran Kepang kreasi baru bermunculan, namun mereka tidak menganggapnya
sebagai pesaing.
"Kalau kami ini kan masih
menganut Jaran Kepang tradisional yang lembut dan halus gerakannya. Silakan
saja anak muda mengembangkan Jaran Kepang kreasi baru yang enerjik. Yang
penting, kesenian ini tetap dilestarikan," tutupnya.(*)
No comments:
Post a Comment