Hanya satu catatan dari pengamatan saya

Hasil pengamatan seputar kehidupan sehari-hari, jalan-jalan, film, hingga soal sejarah, kereta api dalam dan luar negeri

Tuesday 16 December 2014

Memoar 17: Ritual Menjamas Jaran Kepang

Agar Roh Jahat Tak Masuk


Jaran Kepang merupakan satu bentuk kesenian rakyat yang telah lama berkembang di nusantara. Globalisasi yang terwujud dalam maraknya budaya asing masuk ke Indonesia memang cukup mempengaruhi kelangsungan hidup berbagai kebudayaan nasional Indonesia, tidak terkecuali Jaran Kepang. Namun di Purworejo, kesenian ini memiliki cara sendiri untuk bertahan bahkan berkembang.


Hal itulah yang terlihat dalam kegiatan beberapa warga dusun Krajan Kulon desa Kemanukan kecamatan Bagelen, Purworejo. Pada Minggu (9/12/2012) mereka secara bergotong-royong "menjamas" peralatan Jaran Kepang yang mereka miliki. Inilah sebagai bukti, bahwa sesungguhnya masyarakat di Purworejo masih mencintai budaya sendiri.
 
Puluhan anggota kelompok kesenian Jaran Kepang "Karya Budaya" melakukan prosesi jamasan peralatan Jaran Kepang. Dok Pri
Bagi kelompok warga tersebut, peralatan Jaran Kepang bagaikan pusaka yang harus dirawat secara rutin. Tidak ubahnya keris yang dijamas setiap bulan Sura dalam penanggalan Jawa, berbagai peralatan Jaran Kepang dibersihkan dan diset kembali seperti keadaan awalnya.

Kelompok warga tersebut merupakan kelompok kesenian Jaran Kepang "Karya Budaya," di bawah pimpinan Paiman (56). Setiap Minggu Pon dalam bulan Sura, ia dan kelompoknya melakukan prosesi jamasan peralatan Jaran Kepang. Berbagai peralatan tampil yaitu Kuda Kepang, angklung, Kempul, Kenong, Gong, Saron, dan Kendang dibersihkan secara bersama-sama di rumah seorang anggota.
Proses Jamasan dilakukan secara hati-hati agar alat tetap terawat. Dok pri

Paiman menjelaskan,  prosesi jamasan perlengkapan diawali dengan prosesi adat sederhana. Sekitar pukul 09.00 seorang sesepuh kesenian ini membacakan doa memohon keselamatan sembari membakar kemenyan. Setelah itu seluruh anggota melakukan selamatan sederhana. Selesai selamatan, barulah prosesi jamasan dilakukan.

Jamasan diikuti oleh segenap anggota Karya Budaya sebanyak sekitar 25 orang. Masing-masing memiliki tugas tersendiri. Paiman misalnya, ia bertugas membersihkan satu kuda kepang yang sering dipakai tampil secara solo.

"Kalau dibersihkan, dipakai pentas kan juga enak. Untuk alat musik misalnya angklung, suara akan jadi lebih nyaring," jelas Paiman sembari menggosok kuda kepangnya.

Tidak ada cara atau perlakuan khusus untuk menjamas peralatan Jaran Kepang. Untuk peralatan dari kayu, mereka cukup menggosoknya dengan air yang telah diberi bunga. Untuk gamelan, logam yang berkarat cukup digosok dengan kain yang telah dibasahi solar. Usai dibersihkan, peralatan yang telah terpisah-pisah kemudian dijemur. Meski peralatan yang ada sudah tua--karena Karya Budaya berdiri sejak 1988—namun peralatan tersebut tetap terlihat dalam kondisi bagus karena rutin dirawat.
Tidak hanya alat jaran kepang, instrumen musik pun tak luput dari proses penjamasan. Dok Pri

Sesepuh Karya Budaya, Parto Wiryo (75) menjelaskan. Awalnya kelompok tersebut tidak memiliki tradisi khusus menjamas peralatan jaran kepang. Namun, dalam beberapa kali kesempatan ia sering menjumpai anggotanya kesurupan roh jahat. Karena tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi, maka diadakanlah jamasan dan selamatan.

"Dulu, bahkan roh-roh jahat dari jauh sering masuk. Permintaan mereka aneh-aneh. Karena itu kemudian dicari cara bagaimana hal tersebut tidak terjadi. Akhirnya, sesuai tradisi leluhur, diadakan selamatan," ungkap Parto.
Proses penjamasan menyentuh hingga ke sudut-sudut peralatan sehingga pembersihan dapat optimal. Dok Pri

Kini, sekitar 25 anggota Karya Budaya tetap berkomitmen melestarikan kesenian Jaran Kepang ini. Meski berbagai kelompok Jaran Kepang kreasi baru bermunculan, namun mereka tidak menganggapnya sebagai pesaing.

"Kalau kami ini kan masih menganut Jaran Kepang tradisional yang lembut dan halus gerakannya. Silakan saja anak muda mengembangkan Jaran Kepang kreasi baru yang enerjik. Yang penting, kesenian ini tetap dilestarikan," tutupnya.(*)

No comments:

Post a Comment

Mohon bantuan kliknya