Tidak Kapok Meski Pernah
Digigit
Memelihara ayam, kambing,
atau sapi tentu sudah jadi hal yang biasa. Namun apa jadinya ketika seekor ular
besar dipelihara? Itulah yang dilakukan oleh Sugeng Kuswanto (48) warga desa
Kalimiru kecamatan Bayan, Purworejo. Sejak sekitar 12 tahun yang lalu ia memelihara
seekor ular Phyton Reticulatus. Kini, kesehariannya dihabiskan untuk merawat
ular betina yang ia beri nama John Ma itu. Meski bukan pawang ular, namun bagi
Sugeng, ular Phyton merupakan peliharaan yang istimewa.
Proses Sugeng mendapatkan
John Ma memang unik. Sekitar awal 2000 Sugeng yang kala itu bekerja di jakarta
ditawari beberapa butir telur ular Phyton oleh seseorang dari Bangka. Orang
yang tengah frustasi karena tidak berhasil menjual telur-telur tersebut lantas
memberikannya kepada Sugeng. Walau sempat kebingungan mau diapakan, akhirnya
Sugeng memutuskan untuk menetaskannya.
"Pikir saya waktu itu,
mau nggak mau pasti menetas. Akhirnya saya tetaskan saja seperti kalau
menetaskan telur ayam, pake bohlam biar hangat. Sekitar dua minggu kemudian
menetas, banyak sekali, 21 ekor anak ular," ujar Sugeng ketika ditemui
penulis belum lama ini.
Sugeng yang semakin bingung
karena memiliki banyak anak ular akhirnya menjual sebagian anak ularnya dan
hanya menyisakan tiga ekor. Tidak lama kemudian ia pulang kampung ke Purworejo.
Di sini, ia mulai merawat ketiga ekor ularnya dengan telaten.
"Entah kenapa saya
merasa ada semacam perasaan sayang sama ular-ular itu. Tapi sayangnya, kemudian
dua ekor mati, tinggal satu. Akhirnya saya fokus merawat yang satu itu sampai
besar," jelasnya.
Sugeng menuturkan, satu ekor
ular yang tersisa memiliki karakter yang agak agresif. Karena itu ia kemudian
memberi nama John Ma, nama yang sengaja dipilihkan untuk menandai keunikan ular
tersebut.
"kalau Johnny atau John
saja akan sudah lumrah. Setelah mikir, tercetuslah nama itu.Meluncur begitu
saja," lanjut Sugeng. Namun belakangan setelah ada pawang yang memeriksa,
ternyata John Ma merupakan ular betina. Namun Sugeng tidak mengganti nama
ularnya karena sudah terlanjur sayang.
Ada peristiwa unik ketika
Sugeng memelihara John Ma di kampungnya. Pada suatu kali ular tersebut raib
dari kandangnya. Dicari ke beberapa tempat, Sugeng tidak berhasil menemukannya.
Mendadak Sumarni (75) ibunya datang dari kebun sambil membawa John Ma dengan
sebatang kayu. Ternyata John Ma baru saja mencari makan di kebun, ia baru saja
melahap seekor tikus.
"itu yang membuat saya
semakin sayang sama John Ma. Meski bisa keluar, tapi dia tidak menghilang dan
diam saja waktu dibawa pulang," ungkap Sugeng bangga.
Memelihara ular, lanjut
Sugeng, tidak sesulit memelihara hewan lain. Ia cukup memberi makan ular betina
yang kini memiliki tubuh sepanjang tujuh meter itu dua sampai tiga ekor ayam
setiap dua bulan. Selain itu, setiap minggunya ia membersihkan kandang John Ma
yang berada di samping rumah.
Mengenai pemberian makan
ini, Sugeng memiliki pengalaman yang tidak akan pernah ia lupakan. Pada suatu
kali ia lupa memberi makan John Ma karena sibuk. Jadilah malam itu ia memberi
makan ular betina itu sambil menenteng senter. Ketika baru saja masuk ke
kandang, mendadak tangan yang memegang senter disambar moncong John Ma.
"Saya kaget, tangan
saya digigit. Tapi lukanya nggak terlalu dalam. Saya baru ingat, bagaimanapun
juga dia masih hewan buas. Kemungkinan dia mengira senter saya sorot mata
musuhnya sehingga langsung menyerang," jelas Sugeng. Meski pernah digigit,
namun Sugeng tidak lantas takut dan membuang ular itu. Ia hanya belajar bahwa
lain kali ia harus lebih hati-hati.
Sumarni, ibu Sugeng
menyatakan, ia tidak mempermasalahkan anaknya memiliki kegemaran memelihara
ular. Ia bahkan bangga karena tetangga sekitar tidak menolak keberadaan John
Ma, bahkan ikut menyayangi ular tersebut.
"Dulu anak saya sering
menyebarkan jebakan tikus ke rumah tetangga. Tikus yang ditangkap lantas jadi
makanan ular. Dari situ tetangga merasa diuntungkan," jelas Sumarni.
Selain itu, menurut Sumarni,
tetangga jadi bangga karena desanya memiliki keistimewaan, berupa adanya seekor
ular besar yang membantu warga mengurangi tikus.(*)
No comments:
Post a Comment