Purworejo memiliki berbagai
khasanah budaya yang luar biasa dan beragam. Semuanya mencerminkan kehidupan
masyarakatnya yang hidup dalam harmoni dengan alam dan sesama. Satu contohnya
adalah berbagai acara kebudayaan misalnya Grebeg Sulutu yang ada di Kecamatan
Bagelen. Seandainya dikemas dalam acara yang mendapat dukungan pemerintah,
tentu tidak hanya Grebeg Sulutu, namun berbagai khasanah kebudayaan lainnya
bisa menjadi atraksi wisata budaya yang menarik minat banyak wisatawan.
Satu contoh Grebeg Salutu
adalah yang diselenggarakan oleh ratusan warga desa Kalirejo kecamatan Bagelen,
Purworejo, Minggu (2/12/2012). Dalam grebeg ini warga menampilkan berbagai
kesenian seraya berziarah ke dua petilasan di wilayah Bagelen, Purworejo. Acara
ini merupakan event tahunan yang diharapkan mendukung upaya desa ini menjadi
desa wisata dalam waktu dekat.
Acara diawali dari Balai Desa
Kalirejo. Di sini gunungan hasil bumi dan satu kuda kepang besar yang
diselubungi kain putih didoakan sebelum diberangkatkan. Selanjutnya, keduanya
diarak menuju Pasarean Bagelen dan Petilasan Genuk. Sepanjang perjalanan
menempuh jarak sekitar lima kilometer, alat musik tradisional berupa calung
dimainkan.
Ketika sampai di tujuan pertama
yaitu Pasarean Bagelen, gunungan dan kuda kepang dihadapkan ke stupa di kawasan
dalam makam. Setelah beberapa pemuka masyarakat mendoakan gunungan, belasan
anak-anak menarikan tarian Kuda Kepang.
Ketika tarian kuda kepang
dibawakan, mendadak hujan menguyur cukup deras. Namun hal ini tidak mengurangi
animo masyarakat. Ratusan warga menyemut memenuhi kawasan Pasarean sambil
menikmati pertunjukan kuda kepang.
Sesepuh Pasarean Bagelen, R
Mulato mengungkapkan, kunjungan ke area makam leluhur Bagelen ini bermakna
sangat dalam. Ia menjelaskan, ziarah kali ini merupakan wujud silaturahmi
kepada leluhur seraya memohonkan doa untuk kehidupan yang lebih baik.
"Dengan menghadap ke makam
leluhur, sesungguhnya kita sedang pamitan untuk menuju hidup yang lebih
baik," katanya.
Ketika prosesi di Pasarean
Bagelen selesai, arak-arakan selanjutnya menuju ke Petilasan Genuk. Di sini
gunungan dan kuda kepang hanya diletakkan di halaman petilasan. Beberapa pemuka
masyarakat kemudian masuk dan berdoa di depan satu stupa besar.
Selesai mengunjungi dua
petilasan, arak-arakan kemudian berakhir di balai desa Kalirejo.
Di balai desa, prosesi kemudian dilanjutkan dengan keberadaan lima penari yang menarikan tarian "Kipat Kacer." Lima orang perempuan menarikan tarian sakral yang menyimbolkan kehidupan spiritual orang Jawa.
Ketika prosesi tari selesai,
gunungan yang berada di halaman balai desa menjadi rebutan warga yang telah
menunggu.
Meski hujan lebat mengguyur,
namun hal itu tidak mengurangi antusiasme warga. Satu gunungan berisi berbagai
hasil bumi berupa sayur-mayur, nasi tumpeng, dan buah-buahan ludes diserbu
warga.
Rianto Purnomo, sutradara
tarian Kipat Kacer mengungkapkan. Makna dari rebutan gunungan tersebut bukanlah
untuk Ngalap Berkah (Mengharapkan Rejeki), namun wujud syukur warga.
"Dengan berebut, warga memberikan apresiasinya atas upaya penyelenggaraan acara. Selain itu, berebut bisa dimaknai pula sebagai wujud rasa hormat terhadap Yang Maha Kuasa atas berkah dan karunia-Nya," jelas Purnomo.
Sementara itu, Ketua panitia
Kasiman HS mengungkapkan, acara ini bertujuan memperingati bulan Syuro dalam
penanggalan Jawa sekaligus memberikan hiburan kepada masyarakat.
"Ke depannya desa Kalirejo
akan dijadikan desa wisata. Karena itu tiga kesenian yang ada yaitu Jaran
Kepang, Karawitan, dan Rebana ditampilkan. Kita juga mengunjungi dua makam
leluhur seraya memohon doa restu agar rencana desa wisata tersebut dapat membawa
berkah untuk masyarakat," jelas Kasiman.(*)
No comments:
Post a Comment