Hanya satu catatan dari pengamatan saya

Hasil pengamatan seputar kehidupan sehari-hari, jalan-jalan, film, hingga soal sejarah, kereta api dalam dan luar negeri

Monday 8 December 2014

Memoar 10: Opak Singkong Purworejo

Opak Singkong Purworejo Laris Manis Diserbu Pembeli

Bentuknya bulat pipih, mirip dengan tatakan gelas. Namun bentuk pipih itu akan mengembang ketika digoreng. Siapapun yang menyantapnya akan merasakan gurihnya paduan singkong dan loncang. Itulah opak, makanan tradisional yang diproduksi di dusun Cikalan, desa Bulus, Kecamatan Gebang, Purworejo. Kelezatan makanan ini begitu memikat sehingga pengrajin tidak pernah kesulitan menjual. Sayangnya, produksinya masih sebatas di kawasan Kabupaten Purworejo saja.
 
Trenggono menunjukkan opak mentah hasil produksinya. Dok Pri
Trenggono (57) satu dari tiga pengrajin opak di dusun Cikalan mengungkapkan, ia tidak tahu persis sejak kapan warga mulai membuat opak. Kebiasaan dan cara membuat opak telah diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya.

"Untuk warga sendiri memang sudah membuat opak sejak puluhan tahun yang lalu. Cara pembuatannya diturunkan dari bapak ke anak, hingga akhirnya ada yang menekuni usaha ini sebagai mata pencaharian," ujarnya.

Bahan pembuatan opak memang cukup sederhana. Sebagai bahan utama adalah parutan singkong. Setelah jadi adonan kemudian bawang putih, garam, dan irisan loncang ditambahkan. 
 
Manisih sibuk membuat opak dari adonan yang telah dipersiapkan. Dok Pri
Cara pembuatannya juga sederhana dan cukup mudah dilakukan. Adonan yang telah diberi bumbu kemudian dibentuk di atas piring besi berdiameter sekitar 15 cm. Setelah itu piring diletakkan di atas panci berisi berisi air mendidih sehingga adonan terkena uap panas.

"Sekitar lima menit diuapi uap panas, adonan kemudian diambil dan diletakkan di atas papan penjemuran," jelas Trenggono. 
 
Setelah dicetak, adonan opak kemudian diletakkan di anyaman daun kelapa untuk kemudian dijemur. Dok Pri
Namun, keistimewaan opak buatan warga desa Bulus terletak di sini. Papan penjemuran bukan papan biasa melainkan semacam alas yang terbuat dari jalinan daun kelapa kering. Aroma dari daun kelapa ini menurut Trenggono semakin memperkuat aroma gurih pada opak. Agar bisa kering, opak cukup dijemur setengah hari saja. Setelah kering, opak akan mengeras dengan warna kekuningan. Sesekali terdapat irisan daun loncang yang masih terlihat.

Dalam sehari Trenggono bisa memproduksi opak sampai 600 keping opak yang memerlukan bahan singkong sebanyak 15 kilogram. Ia mulai membuat opak sekitar pukul 07.00 sampai sekitar pukul 13.00. Opak produksinya kemudian diambil oleh pembeli yang menjualnya kembali ke berbagai pasar di Purworejo.

"Opak itu setelah matang enaknya dimakan bersama sambal lotis. Rasa gurihnya akan semakin kuat ketika bertemu sambal," ulas Trenggono.

Pria beranak dua ini mengungkapkan, selama menjadi pembuat opak, ia belum pernah mengalami opak buatannya tidak habis terjual. Menurutnya, karena harganya yang murah--hanya Rp 1200-1500 per ikat (berisi 10 keping opak), masyarakat banyak yang menggemarinya. Terlebih lagi rasanya khas dengan gurih yang disebabkan bumbu bawang dan aroma daun kelapa.

Namun, sejumlah kendala masih ditemui pengrajin opak. Manisih (50) istri Trenggono mengungkapkan, pengrajin opak cukup kesulitan memperoleh bahan baku berupa singkong mentah.

"Singkong harus didatangkan dari Girijoyo, Kemiri. Produksi singkong di sekitar sini tidak mencukupi. Selain itu, kalau musim kemarau singkong lumayan susah dicari. Untung sekarang musim hujan sudah dekat, jadinya agak mudah nyarinya," jelas Manisih.

Meski opaknya selalu laris terjual, namunTrenggono mengaku belum memiliki rencana untuk menambah produksinya. Ia mengaku sudah cukup puas opaknya selalu habis.

"Kalau sudah laris begini ya sudah. Mau ngapain lagi. Kalau mau ditambah produksinya kami kesulitan modal," tutupnya.(*)



No comments:

Post a Comment

Mohon bantuan kliknya