Hanya satu catatan dari pengamatan saya

Hasil pengamatan seputar kehidupan sehari-hari, jalan-jalan, film, hingga soal sejarah, kereta api dalam dan luar negeri

Saturday, 20 December 2014

Memoar 21: Obelisk di Purworejo

Kokohnya Monumen Pembangunan Jalan Purworejo-Magelang

Bangunan bersejarah dengan segala keunikannya memang banyak dijumpai di wilayah Kabupaten Purworejo. Satu dari sekian banyak bangunan itu adalah tugu peringatan pembangunan jalan penghubung Kabupaten Puworejo dengan Magelang. Monumen yang terletak di Desa Bener, Kecamatan Bener ini menyimpan banyak hal menarik yang tersimpan meski kondisinya kini kurang terawat.
 
Monumen pembangunan jalan Purworejo-Magelang yang berbentuk seperti obelisk. Dok Pri
Pada masanya bangunan tugu yang masih terlihat kokoh berdiri ini di pinggir Jalan Raya Purworejo-Magelang Km 14, Desa Bener, Kecamatan Bener ini dijadikan sebagai penanda mulai dibukanya proyek pembangunan jalan raya penghubung Purworejo dan Magelang. Proyek pembangunan jalan ini di diketahui dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda yang saat itu tengah menjajah Indonesia.


Tugu peringatan itu dibangun diatas tanah seluas 36 meter persegi. Bangunan berbentuk obelisk persegi, dengan tubuh tugu meruncing bagian atas lebih kecil dan kaki tugu berbentuk persegi. Pada tubuh tugu terdapat tulisan dengan bahasa Belanda. “Deze weg is daargesteld onder het bestuur der Residen van Bagelen Jonkh JGOS Don Schmidt Auf Altenstadt En R De Filletaz Bousqet En onder mederwerking van Raden Adipati Tjokronegoro Regent van Poerworedjo In de jarem 1845-1850.”

Menurut Kasi Sejarah, Kepurbakalaan, dan Nilai Tradisional Drs Eko Riyanto dengan membaca tulisan yang terdapat  pada tugu peringatan pembangunan jalan Purworejo-Magelang dapat diterjemahkan dan disimpulkan sebagai berikut, “Jalan ini sudah dibangun beberapa tahun lalu, ketika Karesidenan Bagelen diperintah oleh Jonkh JGOS Don Schmidt setelah menugaskan R De Filletaz Bousqet dan jalan dikerjakan oleh Raden Adipati Tjokronegoro Bupati Purworejo pada tahun 1845-1850.”

Seorang warga yang kini tinggal di samping Tugu Peringatan Jalan Purworejo-Magelang, Turimin (85), menceritakan, jalur jalan baru yang diperingati dengan tugu tersebut dibangun atas perintah penguasa Karesidenan Bagelen dibantu oleh Raden Adipati Cokronegoro, Regent (Bupati) Purworejo I pada tahun 1845-1850.

 “Dengan adanya jalan baru itu, lalu lintas jalan raya dan angkutan barang dialihkan, yang semula lewat jalan tradisional dilewatkan jalan baru yang dianggap lebih aman dari gangguan pemberontak,” ucapnya, kepada penulis, belum lama ini.
 
Monumen pembangunan jalan Purworejo-Magelang yang berbentuk seperti obelisk. Dok Pri
 Warga Dusun Krajan RT 3 RW 4, Desa Bener, Kecamatan Bener ini menambahkan, menurut cerita sejarah, semula jalan Purworejo-Magelang akan dibangun melalui Kecamatan Kaligesing. Alasanya, karena di daerah timur Sungai Bogowonto sudah cukup ramai. Jauh lebih ramai dibanding Purworejo menuju utara lewat Geger Menjangan. Tetapi pembangunan jalan Purworejo-Magelang lewat Kaligesing akhirnya dibatalkan.

“Diantaranya, daerah Kaligesing menuju Magelang harus melewati jalan yang sangat menanjak dan banyak jurang terjal. Selain itu faktor gangguan keamanan juga menjadi salah satu penyebabnya. Pada waktu itu memang masih banyak gerombolan pengacau keamanan yang diduga dilakukan oleh sisa-sia pengikut setia Pangeran Diponegoro,” ungkapnya.

 Turimin menambahkan, konon dahulu di masa penjajahan Jepang, bangunan tersebut sempat akan dirobohkan. Namun karena kuatnya bangunan membuat peralatan yang digunakan tidak mampu. Alhasil bangunan tersebut tetap dipertahankan hingga saat ini. Hal yang cukup disayangkan, tugu peringatan tersebut kini kondisinya kurang terawat dan semakin tertutup dengan banyaknya pemukiman penduduk.
 
Turimin berdiri depan monumen berbentuk obelisk yang terletak di halaman rumahnya. Dok pri
 “Dulu waktu saya kecil bangunan ini sering dibersihkan dengan cara dilabur. Bentuk bangunannya sejak dari dulu ya seperti ini dan sama sekali tidak berubah. Kalau saat ini memang tidak pernah ada yang merawat bangunan ini,” ucapnya.

Sementara itu, Drs Eko Riyanto menyambung, kondisi bangunan yang tidak terawat disebabkan pengelolaannya yang tidak jelas. Pihak pengelola masih belum bisa dipastikan apakah berada di pihaknya ataukah Dinas Pekerjaan Umum.

“Namun ke depannya, diwacanakan bangunan tersebut akan diserahkan pengelolaannya kepada Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah,” jelasnya.(*)


7 comments:

  1. Padahal gede banget tugunya... sayang kalau sampai sekarang belum dirawat selayaknya bangunan cagar budaya.
    Ingat..itu bangunan sejak jaman Bagelen masih bebagai nama karisidenan yang mencakup wilayah Kebumen-Wonosobo-Purworejo.

    ReplyDelete
  2. Iya, semoga saja segera ada tindakan dari pihak terkait :D

    ReplyDelete
  3. Sekarang sudah terawat tugunya kebetulan mes kerja saya persis dekat rumahnya mbah Turimin. Cekidot aja sekalian jalan jalan

    ReplyDelete
  4. Kebetulan mess kerja saya persis dekat rumah mbah Turimin,sekarang tugunya terlihat lebih baik...cekidot aja sambil jalan jaln

    ReplyDelete
  5. Maaf mAS...mau tanya di kec bener ada gak dusun krandon wetan candi roto...turnuwun

    ReplyDelete

Mohon bantuan kliknya