Hanya satu catatan dari pengamatan saya

Hasil pengamatan seputar kehidupan sehari-hari, jalan-jalan, film, hingga soal sejarah, kereta api dalam dan luar negeri

Sunday 14 December 2014

Memoar 15: Mata Air Asin di Pegunungan


Mata Air Bayuasin, Tak Pernah Kering di Musim Kemarau


Sekalipun sebagian wilayahnya berada daerah perbukitan, namun ada satu wilayah di kecamatan Loano, Kab Purworejo yang diberi nama "Banyuasin." Ternyata nama tersebut berasal dari nama mata air Banyuasin yang berada di dukuh Ngemplak, desa Banyuasin Spare, kec Loano, Purworejo. Mata air tersebut tidak pernah kering di musim kemarau.


Sesuai namanya, air yang dihasilkan mata air tersebut berasa asin, jauh berbeda dengan beberapa mata air lain di sekitarnya.
Sriyanto mengambil segayung air asin dari mata air Banyuasin. Dok Pri

Sekretaris desa Banyuasin Spare, Sriyanto (50), yang juga menjadi penjaga mata air tersebut menyatakan, mata air tersebut sering dikunjungi orang dari jauh karena diduga memiliki tuah.
"Belum lama ini ada rombongan orang yang menggunakan air dari situ untuk obat sakit kulit. Ternyata manjur, kemudian ada yang kembali untuk berziarah sebagai ucapan terima kasih," jelas Sriyanto.
Bersama Sriyanto, penulis kemudian berkesempatan mengunjungi mata air tersebut. Ternyata mata air tersebut telah dibentuk menyerupai semacam sumur dengan pagar dan pintu masuk. Dari luar terlihat air berwarna kuning keruh dengan semacam lapisan busa kecoklatan mengambang di air.
"Airnya mengandung belerang, jadi ada terkumpul dan menumpuk di permukaan air," terang Sriyanto.
Meski terus menghasilkan lapisan kecoklatan, namun permukaan air tidak pernah seluruhnya tertutup. Menurut Sriyanto, setiap Jumat Kliwon dalam pasaran Jawa, belik atau mata air tersebut dikuras oleh warga. Meski dikuras habis, belum sampai satu hari setelah dikuras, ketinggian air biasanya segera kembali ke posisi semula.
"Karena itu, mata air ini tetap saja seperti ini selama bertahun-tahun," lanjut Sriyanto.
Keunikan lain mata air Banyuasin adalah makhluk penghuninya. Menurut Sriyanto, di belik tersebut terdapat tiga ekor belut putih. Ikhwal keberadaannya, Sriyanto mengatakan bahwa tidak satupun warga setempat yang tahu.
"Sudah sejak saya kecil belut itu ada di belik. Tapi sayangnya enam bulan yang lalu dua ekor belut mati sehingga tersisa seekor saja yang ada," jelas Sriyanto.
Selain itu, sejarah keberadaan mata air itu juga tidak diketahui. Namun Sriyanto menceritakan, ada semacam cerita rakyat setempat mengenai proses terjadinya belik tersebut.
"Dulu ada seorang Tumenggung dari Kraton Yogya bernama Tumenggung Cokro Udo Ulomo yang singgah di Loano. Karena kehabisan garam untuk makan, maka beliau berikhtiar mencarinya. Menggunakan sebilah cundrik (semacam senjata tradisional), beliau menusukkan cundrik ke tanah di sebelah selatan kantor kecamatan yang sekarang. Tanah kemudian mengeluarkan air asin yang semakin lama semakin membesar," ulas Sriyanto.
Setelah berhasil menikmati air asin, lanjut Sriyanto, pada suatu malam Tumenggung Cokro Udo Ulomo bermimpi diminta menyumpal mata air asin dengan kepala Kerbau. Namun kenyataannya, Tumenggung malah menyumpal menggunakan batu besar. Akhirnya mata air pindah ke lokasi sekarang di Banyuasin Spare. Sejak itulah daerah tersebut diberi nama Banyuasin.
Menurut sekretaris camat Loano, Ahmat Jainudin SIP, mata air asin tersebut oleh beberapa orang dimanfaatkan sebagai sarana kegiatan spiritual dan juga pengobatan.
"Mata air tersebut sering dikunjungi warga yang sekedar berziarah ataupun berobat. Konon katanya air dari mata air asin tersebut bisa mengobati sakit kulit, bahkan bagi yang percaya bisa menjadikan awet muda," jelas Jainudin.

1 comment:

  1. Unik dan langka itu mas, sumurnya, salam kenal dari blogger Kemejing.

    ReplyDelete

Mohon bantuan kliknya