Mbah Atmo Sempat Melihat
Bung Karno Naik Kereta Api Uap
Bung Karno Naik Kereta Api Uap
Belasan
kuli angkut atau yang biasa dikenal dengan istilah porter terlihat
berdiri di peron stasiun Kutoarjo siang itu. Mereka menatap ke arah
barat menyongsong kedatangan KA Kutojaya Selatan yang akan segera
memasuki stasiun. Ketika kereta mulai melambat, tanpa menunggu kereta
berhenti mereka naik ke atas kereta untuk menyongsong rejeki: membantu
mengangkut barang bawaan milik penumpang.
Petugas porter sedang melayani penumpang yang turun di stasiun Kutoarjo. Dok Pri |
Dalam kumpulan belasan porter berseragam kuning
tersebut, satu sosok pria lanjut usia turut berdiri menyongsong laju
kereta. Meski tidak segesit porter lainnya, namun ia tanpa ragu ataupun
takut meloncat ketika kereta mulai berhenti. Tidak lama kemudian ia
mendapatkan klien pertamanya. Satu koper berukuran besar dipanggulnya.
Tidak ada gerakan gemetar maupun terhuyung ketika
Mbah Atmo, demikian nama pria lanjut usia itu mengangkat barang bawaan
milik seorang penumpang. Sigap ia mengikuti pengguna jasanya keluar
menuju teras stasiun. Setelah itu upah beberapa kembar uang dua ribu dan
seribu rupiah dimasukkannya ke kantong ditemani senyuman lega.
Selesai mengantarkan barang, Mbah Atmo duduk-duduk
di peron stasiun. Angin yang berhembus cukup kencang siang itu cukup
meredakan peluh yang membasahi kening dan lehernya. Rambutnya yang telah
memutih terlihat rapi.
Atmo Dijoyo, demikian nama lengkap porter lanjut
usia tersebut. Kepada beberapa awak media dan pecinta kereta api ia mengaku telah menjadi porter di
stasiun Kutoarjo selama sekitar 50 tahun. Karena itu, tidak heran pria
berusia 81 tahun itu menjadi porter yang paling dihormati di stasiun.
"Mulai dari zaman kereta uap sampai kereta seperti
sekarang, saya sudah jadi porter. Biasanya musim Lebaran seperti
sekarang banyak yang membutuhkan tenaga saya," jelas pria yang murah
senyum ini ketika ditemui, belum lama ini.
Meski penghasilan tidak menentu karena upah hanya
berdasar keikhlasan penumpang kereta api, namun Mbah Atmo mengaku
menikmati pekerjaan ini. Ia merasakan ada kepuasan tersendiri ketika
berhasil menolong seorang penumpang yang kelelahan setelah menempuh
perjalanan panjang. Itulah yang menjadi motivasi kerjanya.
Mbah Atmo (tengah) sedang membawakan barang bawaan penumpang. Dok Pri |
Begitulah, kesibukan angkutan Lebaran dari tahun ke
tahun senantiasa membawa rejeki lebih untuk pekerja kasar seperti Mbah
Atmo. Di saat penumpang kereta api sedang banyak-banyaknya, serta tidak
jarang penumpang membawa barang bawaan dalam jumlah banyak, saat itulah
tenaganya dibutuhkan. Di Stasiun Kutoarjo memang masih cukup banyak
porter yang bekerja. Tidak kurang 25 porter bekerja bergiliran dalam dua
shift setiap harinya.
"Shift pertama pukul 06.00 sampai 13.00. Shift kedua
pukul 13.00 sampai pukul 21.00. Selepas pulul 21.00 porter bekerja
bebas. Tapi biasanya kalau tidak sibuk di sawah saya pilih yang shift
pagi," kata Mbah Atmo yang mengaku tetap berpuasa meski bekerja
mengandalkan fisik ini.
Puluhan tahun menjadi porter tentunya menanamkan
banyak cerita dalam perjalanan hidup Mbah Atmo. Pria yang telah
menyandang status duda beberapa tahun terakhir ini mengaku, ada satu
kenangan yang tidak akan pernah ia lupakan.
"Saya lupa tahunnya, tapi waktu itu saya melihat
Bung Karno naik kereta. Beliau berhenti di Kutoarjo dan turun untuk
menyalami warga. Waktu itu saya susah payah mencegat agar bisa salaman.
Tapi ternyata saya salah perkiraan, Bung Karno tidak naik kereta yang
bagus, tapi justru yang kelas jelek di urutan belakang. Saya kecele.
tapi mau gimana lagi..." ujarnya sambil menerawang.
Meski hanya sempat melihat Bung Karno dari kejauhan,
namun ia mengaku sudah cukup puas. Baginya, sebagai seorang rakyat
kecil, melihat pejuang yaitu Bung Karno telah menjadi kenangan indah
tersendiri. Kenangan itu tidak akan pernah ia lupakan, seiring
perjalanan waktu karyanya bekerja menolong penumpang kereta api.(*)
No comments:
Post a Comment