Sering Dikira Nista Namun Membawa Manfaat
Bu Rusmin berjalan di antara nisan kuno nan kusam di Kerkop Purworejo untuk mencari bunga Kamboja. Dok Pri |
Siang itu udara panas yang melanda
Purworejo tidak begitu terasa di kawasan pemakaman yang terletak di belakang
Kantor Dinas Pengairan Purworejo. Sebabnya, di kawasan pemakaman tersebut
banyak terdapat pepohonan tinggi dengan pohon-pohon Kamboja yang mengisi
beberapa petak pemakaman. Ketika angin bertiup, beberapa bunga kamboja pun
berguguran.
Tidak lama kemudian beberapa orang
dengan memakai dua batang bambu sebagai penjepit memunguti bunga-bunga Kamboja
tersebut, lalu mengumpulkannya dalam sebuah keranjang bambu kecil. Seorang anak
muda, seorang ibu dan dua orang pria paruh baya terlihat menyusuri deretan
makam kuno yang di nisannya bertuliskan nama-nama orang Belanda, Perancis bahkan Jerman.
Tidak heran, karena kompleks pemakaman ini merupakan kompleks makam orang Belanda pada zaman penjajahan. Karena itulah, kompleks pemakaman ini biasa disebut kerkop, berasal dari bahasa Belanda kerkhof yang artinya kuburan.
Tidak heran, karena kompleks pemakaman ini merupakan kompleks makam orang Belanda pada zaman penjajahan. Karena itulah, kompleks pemakaman ini biasa disebut kerkop, berasal dari bahasa Belanda kerkhof yang artinya kuburan.
Menggunakan tongkat bercapit, Bu Rusmin mengambili bunga Kamboja yang berserakan di area makam. Dok Pri |
Di antara orang-orang tersebut, seorang
perempuan yang telah berusia lanjut berjalan tertatih sambil menyusuri deretan
nisan yang telah menghitam. Bu Rusmin (73), demikian ia mengaku namanya ketika
ditanya penulis. Nampaknya ia enggan disebut nama aslinya dan hanya
bersedia menyebutkan nama suaminya tersebut.
"Suami saya dulu mandor makam ini
sejak 1958 dan baru berhenti ketika pensiun pada 1987," jelasnya melayani
wawancara sambil terus berjalan memunguti bunga-bunga Kamboja.
Bu Rusmin melanjutkan, kegiatannya
memunguti bunga-bunga Kamboja di kerkop ini telah ia tekuni sejak ada
permintaan akan bunga Kamboja kering. Menurut keterangan yang ia dapatkan,
bunga Kamboja tersebut oleh pembelinya akan diekspor ke Taiwan untuk dibuat
parfum dan obat nyamuk.
Dengan dibantu oleh seorang anaknya yang
kini tinggal dengannya, juga dibantu oleh menantu dan seorang cucunya, setiap
harinya ia mengumpulkan bunga-bunga kamboja dari kerkop. Setiap harinya ia bisa
memperoleh sekitar satu kilogram bunga kamboja baik yang basah maupun yang
sudah mengering. Bunga tersebut ia kumpulkan di rumahnya yang terletak tidak
jauh dari kerkop.
Sebagai istri pengurus makam, Bu Rusmin cukup mengenal seluk-beluk Kerkop yang menjadi makam banyak orang asing. Dok Pri |
"Kalau lagi musimnya, sehari bisa
dapat sampai lima kilogram," ujarnya sambil memungut sehelai bunga di atas
nisan. Ia menjelaskan, setelah dikumpulkan, bunga kamboja kemudian
dikeringkan. Setelah kering, bunga tersebut kemudian dijual ke daerah Temon,
Kulon Progo. Satu kilogram bunga kamboja kering dihargai sekitar Rp 30 ribu.
Karena itu, tidak heran memunguti bunga kamboja ini tidak hanya ditekuni oleh
bu Rusmin dan keluarganya. Beberapa pemungut bunga lainnya juga mulai
bermunculan.
"Namun saya tidak khawatir
diserobot. Yang menanam tanaman bunga Kamboja kan suami saya. Mereka semua
seharusnya hormat pada saya," lanjut bu Rusmin.
Bu Rusmin menuturkan, ia hanya mencari
bunga mulai dari pagi sampai siang. Keterbatasan fisiknya membuat ia harus
sering beristirahat, apalagi ia pernah terkena serangan stroke ringan. Meski ia
berjalan tertatih-tatih, namun ia tetap bersemangat memunguti bunga kamboja.
Terkadang Bu Rusmin harus menyusuri rerumputan tinggi yang tajam untuk mencari bunga Kamboja. Dok. Pri |
"Kalau orang nggak tahu, ini dikira
pekerjaan nista. Tapi ini kan pekerjaan halal. Lagipula hasilnya lumayan, bisa
untuk kehidupan sehari-hari," pungkasnya.
Matahari telah berada tepat di atas
kepala. Bu Rusmin pun mulai mengakhiri kegiatannya dan beranjak pulang,
melewati agar kerkop, menuju ke rumahnya yang terletak di barat kerkop.(*)
No comments:
Post a Comment