Hanya satu catatan dari pengamatan saya

Hasil pengamatan seputar kehidupan sehari-hari, jalan-jalan, film, hingga soal sejarah, kereta api dalam dan luar negeri

Sunday 30 November 2014

Memoar 6: Mengais Rejeki di Makam Kuno

Sering Dikira Nista Namun Membawa Manfaat
 
Bu Rusmin berjalan di antara nisan kuno nan kusam di Kerkop Purworejo
untuk mencari bunga Kamboja. Dok Pri
Siang itu udara panas yang melanda Purworejo tidak begitu terasa di kawasan pemakaman yang terletak di belakang Kantor Dinas Pengairan Purworejo. Sebabnya, di kawasan pemakaman tersebut banyak terdapat pepohonan tinggi dengan pohon-pohon Kamboja yang mengisi beberapa petak pemakaman. Ketika angin bertiup, beberapa bunga kamboja pun berguguran.

Tidak lama kemudian beberapa orang dengan memakai dua batang bambu sebagai penjepit memunguti bunga-bunga Kamboja tersebut, lalu mengumpulkannya dalam sebuah keranjang bambu kecil. Seorang anak muda, seorang ibu dan dua orang pria paruh baya terlihat menyusuri deretan makam kuno yang di nisannya bertuliskan nama-nama orang Belanda, Perancis bahkan Jerman.
Tidak heran, karena kompleks pemakaman ini merupakan kompleks makam orang Belanda pada zaman penjajahan. Karena itulah, kompleks pemakaman ini biasa disebut kerkop, berasal dari bahasa Belanda kerkhof yang artinya kuburan.

Menggunakan tongkat bercapit, Bu Rusmin mengambili bunga Kamboja yang berserakan di area makam.
Dok Pri

Di antara orang-orang tersebut, seorang perempuan yang telah berusia lanjut berjalan tertatih sambil menyusuri deretan nisan yang telah menghitam. Bu Rusmin (73), demikian ia mengaku namanya ketika ditanya penulis. Nampaknya ia enggan disebut nama aslinya dan hanya bersedia menyebutkan nama suaminya tersebut.

"Suami saya dulu mandor makam ini sejak 1958 dan baru berhenti ketika pensiun pada 1987," jelasnya melayani wawancara sambil terus berjalan memunguti bunga-bunga Kamboja.

Bu Rusmin melanjutkan, kegiatannya memunguti bunga-bunga Kamboja di kerkop ini telah ia tekuni sejak ada permintaan akan bunga Kamboja kering. Menurut keterangan yang ia dapatkan, bunga Kamboja tersebut oleh pembelinya akan diekspor ke Taiwan untuk dibuat parfum dan obat nyamuk.

Dengan dibantu oleh seorang anaknya yang kini tinggal dengannya, juga dibantu oleh menantu dan seorang cucunya, setiap harinya ia mengumpulkan bunga-bunga kamboja dari kerkop. Setiap harinya ia bisa memperoleh sekitar satu kilogram bunga kamboja baik yang basah maupun yang sudah mengering. Bunga tersebut ia kumpulkan di rumahnya yang terletak tidak jauh dari kerkop.
 
Sebagai istri pengurus makam, Bu Rusmin cukup mengenal seluk-beluk Kerkop
yang menjadi makam banyak orang asing. Dok Pri
"Kalau lagi musimnya, sehari bisa dapat sampai lima kilogram," ujarnya sambil memungut sehelai bunga di atas nisan. Ia menjelaskan, setelah dikumpulkan, bunga kamboja kemudian dikeringkan. Setelah kering, bunga tersebut kemudian dijual ke daerah Temon, Kulon Progo. Satu kilogram bunga kamboja kering dihargai sekitar Rp 30 ribu. Karena itu, tidak heran memunguti bunga kamboja ini tidak hanya ditekuni oleh bu Rusmin dan keluarganya. Beberapa pemungut bunga lainnya juga mulai bermunculan.

"Namun saya tidak khawatir diserobot. Yang menanam tanaman bunga Kamboja kan suami saya. Mereka semua seharusnya hormat pada saya," lanjut bu Rusmin.

Bu Rusmin menuturkan, ia hanya mencari bunga mulai dari pagi sampai siang. Keterbatasan fisiknya membuat ia harus sering beristirahat, apalagi ia pernah terkena serangan stroke ringan. Meski ia berjalan tertatih-tatih, namun ia tetap bersemangat memunguti bunga kamboja.
 
Terkadang Bu Rusmin harus menyusuri rerumputan tinggi yang tajam
untuk mencari bunga Kamboja. Dok. Pri
"Kalau orang nggak tahu, ini dikira pekerjaan nista. Tapi ini kan pekerjaan halal. Lagipula hasilnya lumayan, bisa untuk kehidupan sehari-hari," pungkasnya.

Matahari telah berada tepat di atas kepala. Bu Rusmin pun mulai mengakhiri kegiatannya dan beranjak pulang, melewati agar kerkop, menuju ke rumahnya yang terletak di barat kerkop.(*)


No comments:

Post a Comment

Mohon bantuan kliknya