Hanya satu catatan dari pengamatan saya

Hasil pengamatan seputar kehidupan sehari-hari, jalan-jalan, film, hingga soal sejarah, kereta api dalam dan luar negeri

Wednesday 5 November 2014

Ketika Indonesia dan Belanda Menyatu Kembali dalam Kerjasama Kereta Api

Kepala Unit Pusat Pelestarian, Perawatan dan Desain Arsitektur PT KAI, Ella Ubaidi menjabat tangan Perwakilan Nederland Smallspoor Museum, Gerard de Graaf setelah penandatanganan perjanjian kerjasama untuk saling memerkenalkan museum perkeretaapian di Belanda dan Indonesia. Dok Pri



PT Kereta Api Indonesia (KAI) memiliki banyak peninggalan sejarah yang tersebar di berbagai wilayah. Banyak peninggalan tersebut yang kurang terawat karena tidak dipakai ataupun kurang mendapat perhatian yang memadai dari pengelolanya. padahal, banyak benda dan bangunan peninggalan sejarah tersebut yang memiliki nilai penting.

Tidak hanya mengandung nilai sejarah, banyak benda dan bangunan bersejarah milik PT KAI yang masih difungsikan misalnya stasiun. Lebih dari itu, beberapa lokomotif uap, kereta dan gerbong juga banyak yang masih difungsikan meskipun untuk tujuan wisata.

Memang, pada 2009 lalu PT KAI mulai menunjukkan kepeduliannya pada aset bersejarah yang dimilikinya. Hal itu terlihat dari pembentukan Unit Pusat Pelestarian, Perawatan dan Desain Arsitektur. Tidak hanya menyelamatkan aset bersejarah, unit ini juga mengubah wajah stasiun yang kebanyakan bangunan bersejarah menjadi bangunan yang mendukung upaya PT KAI memberikan pelayanan maksimal kepada pelanggan.

Dalam kegiatannya, unit tersebut tidak hanya menggandeng kalangan akademisi, profesional, pecinta kereta api, namun juga pihak berkompeten lain dari luar negeri. Satu contohnya adalah ketika unit ini menggandeng beberapa pakar preservasi dari Belanda dalam acara bertajuk Workshop "Historical Rollingstock of Indonesian Railway" yang diadakan di Gedung Lawang Sewu Semarang, Jumat (17/10).

Tiga pakar dari Belanda, Gerard de Graaf, Ben de Vries dan Richard Schield membagikan ilmunya mengenai teknik penyelamatan benda bersejarah utamanya lokomotif dan kereta. Topik sarana ini dipilih karena selama ini pembahasan preservasi lebih banyak menyentuh ke prasarana misalnya stasiun dan museum. 

Sebelum membagikan pengalaman dan pengetahuannya kepada para pejabat, pegawai, akademisi, pecinta kereta api dan wartawan, tiga pakar tersebut terlebih dahulu melakukan kunjungan ke sejumlah tempat.

Rombongan tiba di Indonesia pada awal Oktober 2014. Pada awalnya, rombongan mengunjungi Museum Transportasi di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada 12 Oktober. Berikutnya mereka melihat kondisi Balai Yasa Manggarai pada 13 Oktober, Pabrik Gula Gondang Winangun di Klaten, Dipo Lokomotif Uap di Purwosari Solo dan Pabrik Gula tasikmadu di Karanganyar pada 14 Oktober. Kunjungan dilanjutkan pada 15 Oktober untuk mengobservasi Museum KA di Ambarawa. Kunjungan terakhir dilakukan di dipo lokomotif uap milik Perhutani di Cepu pada 16 Oktober serta dipo lokomotif di Semarang Poncol.

Dalam setiap kunjungannya rombongan melakukan pengamatan kondisi tempat dan sarana perkeretaapian. Hasil pengamatan kemudian dipresentasikan kepada peserta acara beserta saran dan masukan yang bisa dilakukan.

Ben de Vries dari Netherlands Cultural Heritage Agency memberikan materi dalam Historical Rollingstock of Indonesian Railway" yang diadakan di Gedung Lawang Sewu Semarang, Jumat (17/10). Dok Pri

Ben de Vries mengungkapkan, banyak sarana perkeretaapian yang berada dalam kondisi memprihatinkan. Misalnya saja kondisi rangkaian Kereta Luar Biasa (KLB) yang dipakai presiden Soekarno ketika hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta mengalami kerusakan pada beberapa bagian. "Menurut kami, koleksi tersebut tergolong status A atau koleksi yang berklasifikasi sangat istimewa. Sayangnya perawatannya kurang memadai antara lain masih ditempatkan di area terbuka," kata Ben.

Sementara ketika memaparkan kunjungan ke Balai Yasa Manggarai, Ben menilai tempat tersebut telah dikelola secara baik dan benar. Hanya saja Balai Yasa merupakan area yang tertutup untuk publik. Karenanya ia menyarankan pihak penanggungjawab balai yasa untuk membuat acara yang dibuka untuk umum setidaknya setahun sekali. Dengan demikian masyarakat bisa mengenal dan mencintai fasilitas perawatan sarana perkeretaapian tersebut.

Berikutnya, rombongan terkesan ketika mengunjungi Pabrik Gula Gondang Baru. Menurut Ben, selain masih ada rangkaian lokomotif uap yang beroperasi untuk atraksi wisata, telah ada pula museum gula yang bisa memberi informasi untuk pengunjung.

"Sayangnya, banyak koleksi lokomotif uap langka yang telah afkir. Selain itu, jalur ladang telah banyak yang dicabut sehingga membatasi operasional loko tersebut," paparnya.

Kunjungan ke dipo Purwosari yang menyimpan KA Jaladara juga menghasilkan masukan positif. Ben mengungkapkan, pihaknya mengapreasiasi kondisi sarana yaitu lok dan kereta yang berada dalam kondisi baik. Selain itu, kereta pun sesekali dioperasikan.

"Masukan kami, smokebox pada loko sebaiknya memiliki saluran pembuangan agar tidak berkarat. Yang tidak kalah penting adalah mengembalikan plat asli lokomotif," katanya.

Pabrik Gula Tasikmadu yang masih mengoperasikan lokomotif uap sebagai atraksi wisata juga tidak lepas dari apresiasi Ben dan tim. Pada kunjungan ke pabrik gula yang terletak di Kabupaten Karanganyar tersebut, tim hanya menyoroti kebersihan lokasi dan masih banyaknya koleksi sarana yang dibiarkan di ruangan terbuka.
Kepala Unit Pusat Pelestarian, Perawatan dan Desain Arsitektur PT KAI, Ella Ubaidi menerima beberapa koleksi perkeretaapian pada masa kolonialisme Belanda di Indonesia dalam bentuk plakat lambang Staatspoorwegen (perusahaan kereta api pemerintah Belanda di Hindia Belanda) dan lembaran informasi tarif kereta api pada masa itu. Dok Pri
Otentisitas menjadi isu yang diangkat Ben ketika mengungkapkan masukan mengenai Museum KA Ambarawa. Meskipun perawatan telah dilakukan cukup baik dan koleksi lokomotif terlihat menarik dengan pengecatan ulang, namun ia menyarankan dilakukan kajian ulang.

"Dalam hal ini, penelitian untuk mencari tahu warna asli lokomotif, kereta dan bangunan stasiun perlu dilakukan," tegas pria yang dikenal sebagai Senior Policy Advisor and Program Manager World Heritage pada Netherlands Cultural Heritage Agency (RCE) ini.

Sulitnya akses dan mahalnya sewa kereta menjadi sorotan Ben dan tim ketika mengunjungi Cepu. Menurutnya, meskipun banyak lokomotif di sana dalam kondisi baik. namun biaya sewa untuk itu terlalu mahal yaitu sekitar Rp 15 juta.

"Yang patut disoroti juga adalah sulitnya mengakses ke Cepu. Baik itu untuk railfans (pecinta KA, red) ataupun masyarakat umum sulit untuk ke sana," katanya.

Presentasi kemudian ditutup dengan pemaparan kesimpulan antara lain, pentingnya mengenali koleksi sarana bersejarah, validasi basis data yang dimiliki, publikasi koleksi yang tergolong status A, penelitian mengenai otentisitas koleksi, pentingnya capacity building dan pengetahuan mengenai restorasi koleksi oleh staf yang lebih muda. Selanjuntnya,  pentingnya pelatihan masinis lokomotif uap, perlunya pemindahan koleksi status A ke Ambarawa, rencana pemasaran dan perencanaan museum KA, kerjasama dengan Perhutani mengenai pertukaran koleksi, dan pentingnya perawatan.

Pakar kedua dari Belanda, Richard Schield kemudian membagikan pengalamannya melakukan restorasi pada lokomotif uap tua. Minimnya informasi mengenai desain dan cetak biru sarana yang telah uzur membuat para pekerja restorasi harus memutar otak. Namun, inti dari restorasi tertuang pada persiapan dan protokol restorasi: investigasi, dokumentasi, dan pilihan yang tersedia.

"Investigasi didasarkan pada pengumpulan berbagai foto, data dan detil mengenai koleksi yang akan direstorasi. Selanjutnya dokumentasi berbicara mengenai perekaman setiap detil dan dimensi koleksi. Hal ini penting untuk merangkai ulang koleksi setelah dibongkar untuk perbaikan. Kemudian, pilihan yang tersedia berbicara tentang apa syarat kondisi suatu koleksi bisa direstorasi," ungkapnya.

Chief mechanical engineer, chief instructor steam traction and railway construction master at the Dutch Narrow Gauge Railway Museum Valkenburg ini melanjutkan, protokol restorasi penting untuk menjadi rujukan dan panduan. "Keduanya akan membantu menelusuri apa yang telah dilakukan, sedang dilakukan, apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari selama proses restorasi," katanya.

Satu isu menarik disampaikan oleh Gerard de Graaf yang membawa materi mengenai jalur KA tambang. Dari hasil penelusuran dan penelitian pria yang aktif menjadi sejarawan lokomotif di Eropa ini, ternyata jalur KA pertama di Indonesia adalah jalur pertambangan.

"Cukup jauh sebelum jalur Kemijen-Tanggung dibuka, di Borneo sudah ada angkutan KA. Hanya saja, angkutan tersebut diperuntukkan untuk pertambangan," katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala PT KAI Daerah Operasi IV Semarang, Wawan Ariyanto mengatakan, pihaknya menyambut baik adanya acara semacam ini, terlebih bertempat di Semarang. Menurutnya, Semarang memiliki banyak sekali benda bersejarah dalam bidang perkeretaapian.

"Kalau bicara sejarah kereta api, Semarang memiliki banyak sekali peninggalan. Contohnya saja, awal sejarah perkeretaapian dimulai di sini ketika jalur Kemijen-Tanggung dibuka yang merupakan jalur kereta api penumpang pertama di Indonesia. Belum lagi banyak sekali tempat menarik misalnya Lawang Sewu dan Museum KA Ambarawa," katanya.

Acara yang membahas sarana ini sangat menarik menurut Wawan. Sebabnya, selama ini berbagai seminar dan diskusi lebih banyak membahas prasarana berupa stasiun, dipo, hingga museum.
"Padahal, sarana dalam hal ini kereta mobilitasnya tinggi. Kalau tidak digarap akan hilang. Kalau tidak dipantau lama kelamaan akan musnah. Karena itu, hal semacam ini sangat penting," tegasnya.

Kepala Unit Pusat Pelestarian, Perawatan dan Desain Arsitektur PT KAI, Ella Ubaidi menambahkan, dukungan dari berbagai pihak sangat penting. "Sebab, sejarah tidak hanya milik perusahaan kereta api namun juga milik masyarakat," katanya.
Kepala Unit Pusat Pelestarian, Perawatan dan Desain Arsitektur PT KAI, Ella Ubaidi menerima beberapa koleksi perkeretaapian pada masa kolonialisme Belanda di Indonesia dalam bentuk plakat lambang Staatspoorwegen (perusahaan kereta api pemerintah Belanda di Hindia Belanda) dan lembaran informasi tarif kereta api pada masa itu. Dok Pri


Selesai pemaparan, para karyawan PT KAI dan peserta acara juga diberikan kesempatan untuk melakukan tanya-jawab. Sesi tanya jawab ini lebih bersifat detail teknis karena para karyawan umumnya berasal dari kalangan sarana kereta api.

Satu bagian acara yang menarik tersaji sebelum sesi presentasi. Unit Pusat Pelestarian, Perawatan dan Desain Arsitektur PT KAI menggandeng Nederlands Smalspoor Museum untuk menjalin kerjasama. Bentuk kerjasama tersebut antara lain saling memromosikan museum KA yang ada, sharing pengetahuan dan edukasi heritage, kerjasama pengadaan tur sejarah KA, dan mendukung publikasi berbagai materi mengenai heritage KA dan Museum KA dalam bahasa Belanda, Inggris dan Jerman di Indonesia.

Setelah penandatangan yang diwakili oleh Ella Ubaidi dari PT KAI dan Gerard de Graaf dari Smalspoor Museum, Ben de Vries mengejutkan peserta yang hadir. Bersama rekannya ia membawa kantong berisi koleksi berharga berupa lambang Staatspoorwegen (SS, perusahaan KA Pemerintah Belanda di Indonesia pada masa kolonial) dan daftar tarif KA pada masa itu.

"Butuh perjuangan untuk membawa kedua benda ini ke sini. Selain cukup berat, kami juga harus beberapa kali kena charge ketika melewati bea cukai," kelakar Ben.

Dua benda bersejarah tersebut kemudian diterima Ella Ubaidi dan diperlihatkan kepada peserta dan awak media. Keunikan kedua benda tersebut pun mengundang decak kagum, terutama daftar tarif pada masa itu.
"ternyata pada mas itu pun sudaha da standardisasi tarif KA. jadi, mudah menentukan harga untuk tiap kelas KA," celetuk seorang awak media.

Ben mengatakan, Belanda dan Indonesia berbagi sejarah yang panjang. Karenanya, kerjasama untuk berbagi dalam hal pelestarian benda bersejarah pun perlu dilakukan.

"Sejak 2009 Dutch Cultural Agency dan PT KAI telah bekerja sama saling aktif berbagi pengalaman, keahlian, dan informasi. Karena itu pada hari ini kami berbagi koleksi yang berhasil kami temukan dan identifikasi di Belanda. Sesungguhnya masih banyak koleksi yang kami temui dalam berbagai kondisi di sana, mulai dari yang terawat hingga kurang terawat," jelas Ben.

Ella sangat mengapresiasi "oleh-oleh" dari Belanda tersebut. Menurutnya, upaya semacam ini harus terus digalakkan tidak hanya oleh para pecinta kereta api, namun juga masyarakat luas.
"Yang di Belanda saja mau membantu mengembalikan, tentunya ini sangat kami hargai. Karena itu kami mengajak masyarakat, apabila ada menemukan benda-benda yang kemungkinan bernilai sejarah terutama dalam perkeretaapian, bisa menyerahkannya ke kami. Daripada untuk pajangan pribadi, lebih baik dipasang di museum sehingga bisa dinikmati lebih banyak orang," ungkapnya.

Ella melanjutkan, akhir-akhir ini upaya untuk menyerahkan benda bersejarah ke museum sudah cukup baik. Hanya saja ia menyayangkan masih adanya benda-benda bersejarah perkeretaapian yang dijual-belikan.
"Bisa dilihat di internet, masih ada benda-benda bersejarah yang diperjual-belikan misalnya saja plat lokomotif. Hal ini sangat kami sayangkan. Akan lebih baik apabila koleksi tersebut diberikan ke museum sehingga bisa menjadi alat pembelajaran sejarah," pungkasnya.
Pegawai PT KAI, Peserta dari akademisi dan Railfans berfoto bersama
setelah acara. Sumber: http://heritage.kereta-api.co.id/



No comments:

Post a Comment

Mohon bantuan kliknya