PT
Kereta Api Indonesia (KAI) memiliki banyak peninggalan sejarah yang
tersebar di berbagai wilayah. Banyak peninggalan tersebut yang kurang
terawat karena tidak dipakai ataupun kurang mendapat perhatian yang
memadai dari pengelolanya. padahal, banyak benda dan bangunan
peninggalan sejarah tersebut yang memiliki nilai penting.
Tidak
hanya mengandung nilai sejarah, banyak benda dan bangunan bersejarah
milik PT KAI yang masih difungsikan misalnya stasiun. Lebih dari itu,
beberapa lokomotif uap, kereta dan gerbong juga banyak yang masih
difungsikan meskipun untuk tujuan wisata.
Memang,
pada 2009 lalu PT KAI mulai menunjukkan kepeduliannya pada aset
bersejarah yang dimilikinya. Hal itu terlihat dari pembentukan Unit
Pusat Pelestarian, Perawatan dan Desain Arsitektur. Tidak hanya
menyelamatkan aset bersejarah, unit ini juga mengubah wajah stasiun yang
kebanyakan bangunan bersejarah menjadi bangunan yang mendukung upaya PT
KAI memberikan pelayanan maksimal kepada pelanggan.
Dalam
kegiatannya, unit tersebut tidak hanya menggandeng kalangan akademisi,
profesional, pecinta kereta api, namun juga pihak berkompeten lain dari
luar negeri. Satu contohnya adalah ketika unit ini menggandeng beberapa
pakar preservasi dari Belanda dalam acara bertajuk Workshop "Historical
Rollingstock of Indonesian Railway" yang diadakan di Gedung Lawang Sewu
Semarang, Jumat (17/10).
Tiga pakar dari
Belanda, Gerard de Graaf, Ben de Vries dan Richard Schield membagikan
ilmunya mengenai teknik penyelamatan benda bersejarah utamanya lokomotif
dan kereta. Topik sarana ini dipilih karena selama ini pembahasan
preservasi lebih banyak menyentuh ke prasarana misalnya stasiun dan
museum.
Sebelum membagikan pengalaman dan
pengetahuannya kepada para pejabat, pegawai, akademisi, pecinta kereta
api dan wartawan, tiga pakar tersebut terlebih dahulu melakukan
kunjungan ke sejumlah tempat.
Rombongan tiba di
Indonesia pada awal Oktober 2014. Pada awalnya, rombongan mengunjungi
Museum Transportasi di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada 12
Oktober. Berikutnya mereka melihat kondisi Balai Yasa Manggarai pada 13
Oktober, Pabrik Gula Gondang Winangun di Klaten, Dipo Lokomotif Uap di
Purwosari Solo dan Pabrik Gula tasikmadu di Karanganyar pada 14 Oktober.
Kunjungan dilanjutkan pada 15 Oktober untuk mengobservasi Museum KA di
Ambarawa. Kunjungan terakhir dilakukan di dipo lokomotif uap milik
Perhutani di Cepu pada 16 Oktober serta dipo lokomotif di Semarang
Poncol.
Dalam setiap kunjungannya rombongan
melakukan pengamatan kondisi tempat dan sarana perkeretaapian. Hasil
pengamatan kemudian dipresentasikan kepada peserta acara beserta saran
dan masukan yang bisa dilakukan.
Ben de Vries dari Netherlands Cultural Heritage Agency memberikan materi dalam Historical Rollingstock of Indonesian Railway" yang diadakan di Gedung Lawang Sewu Semarang, Jumat (17/10). Dok Pri |
Ben de Vries
mengungkapkan, banyak sarana perkeretaapian yang berada dalam kondisi
memprihatinkan. Misalnya saja kondisi rangkaian Kereta Luar Biasa (KLB)
yang dipakai presiden Soekarno ketika hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta
mengalami kerusakan pada beberapa bagian. "Menurut kami, koleksi
tersebut tergolong status A atau koleksi yang berklasifikasi sangat
istimewa. Sayangnya perawatannya kurang memadai antara lain masih
ditempatkan di area terbuka," kata Ben.
Sementara
ketika memaparkan kunjungan ke Balai Yasa Manggarai, Ben menilai tempat
tersebut telah dikelola secara baik dan benar. Hanya saja Balai Yasa
merupakan area yang tertutup untuk publik. Karenanya ia menyarankan
pihak penanggungjawab balai yasa untuk membuat acara yang dibuka untuk
umum setidaknya setahun sekali. Dengan demikian masyarakat bisa mengenal
dan mencintai fasilitas perawatan sarana perkeretaapian tersebut.
Berikutnya,
rombongan terkesan ketika mengunjungi Pabrik Gula Gondang Baru. Menurut
Ben, selain masih ada rangkaian lokomotif uap yang beroperasi untuk
atraksi wisata, telah ada pula museum gula yang bisa memberi informasi
untuk pengunjung.
"Sayangnya, banyak koleksi lokomotif
uap langka yang telah afkir. Selain itu, jalur ladang telah banyak yang
dicabut sehingga membatasi operasional loko tersebut," paparnya.
Kunjungan
ke dipo Purwosari yang menyimpan KA Jaladara juga menghasilkan masukan
positif. Ben mengungkapkan, pihaknya mengapreasiasi kondisi sarana yaitu
lok dan kereta yang berada dalam kondisi baik. Selain itu, kereta pun
sesekali dioperasikan.
"Masukan kami, smokebox pada
loko sebaiknya memiliki saluran pembuangan agar tidak berkarat. Yang
tidak kalah penting adalah mengembalikan plat asli lokomotif," katanya.
Pabrik
Gula Tasikmadu yang masih mengoperasikan lokomotif uap sebagai atraksi
wisata juga tidak lepas dari apresiasi Ben dan tim. Pada kunjungan ke
pabrik gula yang terletak di Kabupaten Karanganyar tersebut, tim hanya
menyoroti kebersihan lokasi dan masih banyaknya koleksi sarana yang
dibiarkan di ruangan terbuka.
Otentisitas menjadi isu
yang diangkat Ben ketika mengungkapkan masukan mengenai Museum KA
Ambarawa. Meskipun perawatan telah dilakukan cukup baik dan koleksi
lokomotif terlihat menarik dengan pengecatan ulang, namun ia menyarankan
dilakukan kajian ulang.
"Dalam hal ini, penelitian
untuk mencari tahu warna asli lokomotif, kereta dan bangunan stasiun
perlu dilakukan," tegas pria yang dikenal sebagai Senior Policy Advisor and Program Manager World Heritage pada Netherlands Cultural Heritage Agency (RCE) ini.
Sulitnya
akses dan mahalnya sewa kereta menjadi sorotan Ben dan tim ketika
mengunjungi Cepu. Menurutnya, meskipun banyak lokomotif di sana dalam
kondisi baik. namun biaya sewa untuk itu terlalu mahal yaitu sekitar Rp
15 juta.
"Yang patut disoroti juga adalah sulitnya
mengakses ke Cepu. Baik itu untuk railfans (pecinta KA, red) ataupun
masyarakat umum sulit untuk ke sana," katanya.
Presentasi
kemudian ditutup dengan pemaparan kesimpulan antara lain, pentingnya
mengenali koleksi sarana bersejarah, validasi basis data yang dimiliki,
publikasi koleksi yang tergolong status A, penelitian mengenai
otentisitas koleksi, pentingnya capacity building dan pengetahuan
mengenai restorasi koleksi oleh staf yang lebih muda. Selanjuntnya,
pentingnya pelatihan masinis lokomotif uap, perlunya pemindahan koleksi
status A ke Ambarawa, rencana pemasaran dan perencanaan museum KA,
kerjasama dengan Perhutani mengenai pertukaran koleksi, dan pentingnya
perawatan.
Pakar kedua dari Belanda, Richard Schield
kemudian membagikan pengalamannya melakukan restorasi pada lokomotif uap
tua. Minimnya informasi mengenai desain dan cetak biru sarana yang
telah uzur membuat para pekerja restorasi harus memutar otak. Namun,
inti dari restorasi tertuang pada persiapan dan protokol restorasi:
investigasi, dokumentasi, dan pilihan yang tersedia.
"Investigasi
didasarkan pada pengumpulan berbagai foto, data dan detil mengenai
koleksi yang akan direstorasi. Selanjutnya dokumentasi berbicara
mengenai perekaman setiap detil dan dimensi koleksi. Hal ini penting
untuk merangkai ulang koleksi setelah dibongkar untuk perbaikan.
Kemudian, pilihan yang tersedia berbicara tentang apa syarat kondisi
suatu koleksi bisa direstorasi," ungkapnya.
Chief
mechanical engineer, chief instructor steam traction and railway
construction master at the Dutch Narrow Gauge Railway Museum Valkenburg
ini melanjutkan, protokol restorasi penting untuk menjadi rujukan dan
panduan. "Keduanya akan membantu menelusuri apa yang telah dilakukan,
sedang dilakukan, apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari
selama proses restorasi," katanya.
Satu isu menarik
disampaikan oleh Gerard de Graaf yang membawa materi mengenai jalur KA
tambang. Dari hasil penelusuran dan penelitian pria yang aktif menjadi
sejarawan lokomotif di Eropa ini, ternyata jalur KA pertama di Indonesia
adalah jalur pertambangan.
"Cukup jauh sebelum jalur
Kemijen-Tanggung dibuka, di Borneo sudah ada angkutan KA. Hanya saja,
angkutan tersebut diperuntukkan untuk pertambangan," katanya.
Dalam
kesempatan tersebut, Kepala PT KAI Daerah Operasi IV Semarang, Wawan
Ariyanto mengatakan, pihaknya menyambut baik adanya acara semacam ini,
terlebih bertempat di Semarang. Menurutnya, Semarang memiliki banyak
sekali benda bersejarah dalam bidang perkeretaapian.
"Kalau
bicara sejarah kereta api, Semarang memiliki banyak sekali peninggalan.
Contohnya saja, awal sejarah perkeretaapian dimulai di sini ketika
jalur Kemijen-Tanggung dibuka yang merupakan jalur kereta api penumpang
pertama di Indonesia. Belum lagi banyak sekali tempat menarik misalnya
Lawang Sewu dan Museum KA Ambarawa," katanya.
Acara
yang membahas sarana ini sangat menarik menurut Wawan. Sebabnya, selama
ini berbagai seminar dan diskusi lebih banyak membahas prasarana berupa
stasiun, dipo, hingga museum.
"Padahal, sarana dalam
hal ini kereta mobilitasnya tinggi. Kalau tidak digarap akan hilang.
Kalau tidak dipantau lama kelamaan akan musnah. Karena itu, hal semacam
ini sangat penting," tegasnya.
Kepala Unit Pusat Pelestarian, Perawatan dan Desain Arsitektur PT KAI, Ella Ubaidi menambahkan, dukungan dari berbagai pihak sangat penting. "Sebab, sejarah tidak hanya milik perusahaan kereta api namun juga milik masyarakat," katanya.
Selesai pemaparan,
para karyawan PT KAI dan peserta acara juga diberikan kesempatan untuk
melakukan tanya-jawab. Sesi tanya jawab ini lebih bersifat detail teknis
karena para karyawan umumnya berasal dari kalangan sarana kereta api.
Satu
bagian acara yang menarik tersaji sebelum sesi presentasi. Unit Pusat
Pelestarian, Perawatan dan Desain Arsitektur PT KAI menggandeng
Nederlands Smalspoor Museum untuk menjalin kerjasama. Bentuk kerjasama
tersebut antara lain saling memromosikan museum KA yang ada, sharing
pengetahuan dan edukasi heritage, kerjasama pengadaan tur sejarah KA,
dan mendukung publikasi berbagai materi mengenai heritage KA dan Museum
KA dalam bahasa Belanda, Inggris dan Jerman di Indonesia.
Setelah
penandatangan yang diwakili oleh Ella Ubaidi dari PT KAI dan Gerard de
Graaf dari Smalspoor Museum, Ben de Vries mengejutkan peserta yang
hadir. Bersama rekannya ia membawa kantong berisi koleksi berharga
berupa lambang Staatspoorwegen (SS, perusahaan KA Pemerintah Belanda di
Indonesia pada masa kolonial) dan daftar tarif KA pada masa itu.
"Butuh
perjuangan untuk membawa kedua benda ini ke sini. Selain cukup berat,
kami juga harus beberapa kali kena charge ketika melewati bea cukai,"
kelakar Ben.
Dua benda bersejarah tersebut kemudian
diterima Ella Ubaidi dan diperlihatkan kepada peserta dan awak media.
Keunikan kedua benda tersebut pun mengundang decak kagum, terutama
daftar tarif pada masa itu.
"ternyata pada mas itu pun
sudaha da standardisasi tarif KA. jadi, mudah menentukan harga untuk
tiap kelas KA," celetuk seorang awak media.
Ben
mengatakan, Belanda dan Indonesia berbagi sejarah yang panjang.
Karenanya, kerjasama untuk berbagi dalam hal pelestarian benda
bersejarah pun perlu dilakukan.
"Sejak 2009 Dutch Cultural Agency dan PT KAI telah bekerja sama saling aktif berbagi pengalaman, keahlian, dan informasi. Karena itu pada hari ini kami berbagi koleksi yang berhasil kami temukan dan identifikasi di Belanda. Sesungguhnya masih banyak koleksi yang kami temui dalam berbagai kondisi di sana, mulai dari yang terawat hingga kurang terawat," jelas Ben.
"Sejak 2009 Dutch Cultural Agency dan PT KAI telah bekerja sama saling aktif berbagi pengalaman, keahlian, dan informasi. Karena itu pada hari ini kami berbagi koleksi yang berhasil kami temukan dan identifikasi di Belanda. Sesungguhnya masih banyak koleksi yang kami temui dalam berbagai kondisi di sana, mulai dari yang terawat hingga kurang terawat," jelas Ben.
Ella
sangat mengapresiasi "oleh-oleh" dari Belanda tersebut. Menurutnya,
upaya semacam ini harus terus digalakkan tidak hanya oleh para pecinta
kereta api, namun juga masyarakat luas.
"Yang di
Belanda saja mau membantu mengembalikan, tentunya ini sangat kami
hargai. Karena itu kami mengajak masyarakat, apabila ada menemukan
benda-benda yang kemungkinan bernilai sejarah terutama dalam
perkeretaapian, bisa menyerahkannya ke kami. Daripada untuk pajangan
pribadi, lebih baik dipasang di museum sehingga bisa dinikmati lebih
banyak orang," ungkapnya.
Ella melanjutkan,
akhir-akhir ini upaya untuk menyerahkan benda bersejarah ke museum sudah
cukup baik. Hanya saja ia menyayangkan masih adanya benda-benda
bersejarah perkeretaapian yang dijual-belikan.
"Bisa
dilihat di internet, masih ada benda-benda bersejarah yang
diperjual-belikan misalnya saja plat lokomotif. Hal ini sangat kami
sayangkan. Akan lebih baik apabila koleksi tersebut diberikan ke museum
sehingga bisa menjadi alat pembelajaran sejarah," pungkasnya.
![]() |
Pegawai PT KAI, Peserta dari akademisi dan Railfans berfoto bersama setelah acara. Sumber: http://heritage.kereta-api.co.id/ |
No comments:
Post a Comment