Hanya satu catatan dari pengamatan saya

Hasil pengamatan seputar kehidupan sehari-hari, jalan-jalan, film, hingga soal sejarah, kereta api dalam dan luar negeri

Wednesday 26 November 2014

Memoar 3: Geblek Purworejo

Geblek, Enak Dinikmati Selagi Hangat 
Wasini (59) warga dukuh Gumuk, Piji Bagelen adalah salah satu pembuat geblek yang memiliki cita rasa tersendiri. Menempati pos ronda warga di pinggir jalan utama Cangkrep-Krendetan, ia mulai membuka warung gebleknya sekitar pukul 15.30. Dok Pri


Berkunjung atau melintas Purworejo tidak lengkap rasanya kalau tidak mencicipi lezatnya Geblek. Makanan khas Purworejo yang bentuknya seperti angka delapan berwarna putih ini bahan utama pembuatannya dari tepung ketela dan paling enak dimakan selagi hangat. 

Sayangnya Geblek tidak sepanjang waktu bisa didapatkan, rata-rata pedagang menjajakannya selepas luhur. Namun yang paling mudah ditemui sekitar pukul 15.00. Kalau ingin segera mencicipi, datang saja di sekitar Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Saras Husada Purworejo. Sepanjang jalan tersebut, pedagang gorengan banyak yang menyediakan. 

Namun, tidak semua gebleg memiliki cita rasa yang sama, tergantung pada pembuatnya. Bila memiliki waktu luang dan tidak terburu-buru, alangkah baiknya mengarahkan kendaraan Anda ke
wilayah Piji, Bagelen. Memang agak sulit menemukannya, namun penikmat kuliner dijamin puas apabila telah mendapati dan mencicipi penganan tersebut. 

Wasini (57) warga dukuh Gumuk, Piji Bagelen adalah salah satu pembuat geblek yang memiliki cita rasa tersendiri. Menempati pos ronda warga di pinggir jalan utama Cangkrep-Krendetan, ia mulai membuka warung gebleknya sekitar pukul 15.30. 

Membuat geblek tidak bisa dilakukan sembarangan. Tepung ketela harus benar-benar matang saat direbus. Kalau tidak, hasilnya akan berbeda, meski tidak mengubah rasa. Pedagang yang lain mungkin memang sengaja untuk mengolahnya sebelum benar-benar matang, karena akan memudahkan pembentukan geblek. "Minimal 10 menit. Kalau tidak matang, gebleknya tidak bisa bertahan lama," kata Wasini.

Setelah benar-benar matang, tepung ketela dicampur dengan garam, kemiri dan bawang. Adonan tersebut selanjutnya digelintir (dibentuk bulatan sebesar jari). Adonan yang tidak matang disingkirkan. Karena biasanya kalau tercampur, saat penggorengan dapat menimbulkan letusan kecil. 

Wasini telah memiliki konsumen tetap, setiap hari minimal 10 kg tepung ketela ia habiskan. Saat-saat tertentu seperti musim liburan atau lebaran, bahan bakunya bisa meningkat hingga 18 kg. "Hanya segitu kuatnya. Karena saya hanya mengerjakan sendiri, tanpa bantuan orang lain," imbuh ibu empat anak ini. 

Pembeli geblek tidak hanya membeli Geblek yang matang saja. Banyak pula yang membeli selagi belum digoreng. Karena mereka ingin menikmati selagi hangat namun tidak segera. Geblek buatan Wasini memang mampu bertahan selama empat hari. Lebih dari itu rasanya akan berbeda dan akan berjamur. "Sebenarnya hanya luarnya saja. Dalamnya tetap masih bagus. Namun saya tidak pernah menganjurkan. Lebih baik segera digoreng dalam waktu kurang dari empat hari," katanya. 

Geblek dapat bertahan lebih dari empat hari kalau disimpan dalam kulkas. Paling tidak mampu bertahan hingga dua bulan tanpa berkurang cita rasanya. Wasini mengatakan hal tersebut berdasarkan cerita dari pelanggannya dari luar kota. 

Selain sebagai penganan, Wasini memiliki seorang pelanggan yang mengatakan bahwa gebleg buatannya dimanfaatkan untuk obat maag. Seorang pelanggannya membeli untuk dikirim ke Jambi. "Katanya, karena sering makan geblek ini, sakit maagnya berkurang," jelasnya. 

Geblek Wasini dijual dengan harga Rp 500/bijinya kalau matang. Sedangkan mentahnya dijual dengan harga Rp 300. Wasini menyediakan paket mentah Rp 5.000 isi 12 biji dan Rp 10.000 untuk isi 25 biji. 

Sejak memulai usaha pada 2009, masyarakat banyak yang memborong geblek Wasini untuk dijadikan buah tangan saat berkunjung ke sanak saudara yang berada di luar kota. Gebleknya telah menjangkau berbagai kota besar di Pulau Jawa bahkan telah sampai ke Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi.

Setiap harinya Wasini memulai aktivitasnya sekitar pukul 08.00. Berbekal ilmu pembuatan Geblek dari ibunya, Tunem yang berjualan nasi dan gorengan di pasar Soka, Bagelen. Sekitar lima tahun lalu warung ibunya tersebut mandeg karena lahan tempat jualan diminta pemilik tanah.

"Saya tahu Geblek sejak kecil, dari sekedar membantu ibu. Pelanggan warung ibu dulu banyak. Eman-eman kalau pelanggan tersebut kemudian tidak diopeni," lanjut Wasini.

Wasini menuturkan, saat ia buka pertama kali, jualannya sanggup menghabiskan tepung ketela sebanyak lima kilogram. Dengan demikian geblek itu ternyata laris manis dan dagangan habis semua. Kini, selain menjual geblek ia juga menjual tempe goreng, pisang goreng dan tahu isi. 

Anak sulung dari enam bersaudara ini sebelumnya pernah jualan mlinjo, manggis, duren, kacang tanah, dan kelapa di pasar Semagung, Bagelen. Jualan tersebut mandeg setelah kelahiran anak keduanya. Selanjutnya ia lebih banyak membantu sang suami Sastromiharjo bekerja di sawah sampai akhirnya ia mampu membantu perekonomian keluarga dari berjualan Geblek ini.
Wasini (57) warga dukuh Gumuk, Piji Bagelen adalah salah satu pembuat geblek yang memiliki cita rasa tersendiri. Menempati pos ronda warga di pinggir jalan utama Cangkrep-Krendetan, ia mulai membuka warung gebleknya sekitar pukul 15.30. Dok Pri

No comments:

Post a Comment

Mohon bantuan kliknya