Hanya satu catatan dari pengamatan saya

Hasil pengamatan seputar kehidupan sehari-hari, jalan-jalan, film, hingga soal sejarah, kereta api dalam dan luar negeri

Monday 22 June 2015

Amboy… Indahnya Kota Ambon! (1)


Antara Argo Wilis dan Garuda Indonesia


Meskipun ketika kecil saya pernah tinggal di Kalimantan (yang notabene Indonesia tengah), sedikit sekali pengalaman saya dengan bagian lain Indonesia. Tentunya selain pulau Jawa.


Namun beberapa waktu yang lalu, kesempatan untuk menikmati luasnya Indonesia pun datang. Pada 2013 saya berkesempatan menikmati keindahan Sumatra (inilah pertama kalinya saya menginjakkan kaki di pulau Andalas) melalui kunjungan ke kota Palembang di Sumatra Selatan. Walau hanya sehari, namun kunjungan itu menimbulkan kesan tersendiri untuk saya.


Kesempatan yang kedua datang pada akhir 2014 ketika saya berkesempatan mengunjungi kota Ambon di Maluku. Sungguh, tak terbayangkan ketika saya akhirnya bisa menginjakkan kaki di Ambon Manise. Sejak saya sekolah hingga kuliah, bahkan bekerja, saya memang beberapa kali bertemu dengan orang Ambon. Kesan yang saya dapat mereka kebanyakan ramah dan pandai bernyanyi (karena suara mereka kebanyakan bagus). Namun, belum ada bayangan waktu itu mengenai tanah asal teman-teman saya itu. Hingga akhirnya, pada 30 Desember 2014 saya mendapat kesempatan itu.



Untuk pergi ke Ambon, saya terlebih dulu harus naik kereta api dari kota domisili saya saat ini yaitu Yogyakarta. Menggunakan kereta api Argo Wilis, saya berangkat dari Yogyakarta pada 29 Desember sore. Harapannya, saya tiba dan menginap semalam di Surabaya.


Perjalanan menggunakan kereta api Argo Wilis yang berangkat dari Bandung dengan tujuan akhir Stasiun Surabaya Gubeng berlangsung relatif lancar. Saya sengaja datang lebih awal ke stasiun untuk menikmati suasana stasiun yang memang menimbulkan inspirasi sendiri, apalagi untuk railfan seperti saya :D 

Ini nih kelakuan CSM yang lagi lepas dinas :D


Di stasiun Tugu saya bertemu dengan beberapa railfan Yogyakarta yang sedang bertugas menjadi Costumer Service Mobile (CSM). Mereka ini adalah tenaga yang dipekerjakan PT KAI untuk melayani penumpang selama angkutan liburan Natal dan Tahun Baru. Mereka bertugas melayani pertanyaan penumpang seputar jadwal kereta, akomodasi di Yogya, hingga mengingatkan penumpang mengenai kedatangan dan keberangkatan kereta api.
Stasiun Tugu padat coy


Beberapa CSM yang telah selesai bertugas kemudian menemani saya menunggu kedatangan KA Argo Wilis. Sambil duduk-duduk santai di Pendopo Stasiun Tugu, kami menikmati suasana stasiun. Tidak terasa, sekitar pukul 15.20 KA Argo Wilis yang juga dikenal sebagai Si Raja Jalur Selatan (Kereta yang selalu menang silang dengan kereta lain, kecuali kereta semen super panjang) tiba di jalur 2 Stasiun Tugu. Tanpa membuang waktu saya menenteng beberapa tas masuk ke kereta.


Karena membeli dengan harga termurah, tentu saja ada konsekuensinya. Saya mendapat tempat duduk di kereta 1 alias di belakang lokomotif. Parahnya lagi, saya duduk tepat di posisi dimana bogie kereta berada. Tidak berapa lama kereta berjalan, saya merasakan duduk yang kurang nyaman. Rupanya roda kereta ada yang benjol. Posisi duduk seperti agak meloncat-loncat.
Jangan salah fokus, plis :P


Untuk pertama kalinya, saya kurang nyaman menikmati perjalanan kereta api. Perut rasanya seperti dikocok-kocok. Namun keberuntungan berpihak kepada saya.


Ketika kereta berhenti di Stasiun Solo Balapan, terlihat sepasang suami istri yang baru naik yang kebingungan. Rupanya sang istri mendapat posisi duduk di samping saya sementara suaminya duduk di nomor kursi yang agak jauh. Saya menawarkan pertukaran tempat duduk dan mereka pun menyambutnya dengan senang hati. Saya pun berpindah tempat duduk ke posisi agak tengah, menjauhi posisi bogie. Akhirnya, saya bisa menikmati perjalanan ini.

Ini nih momen-momen yang dirindukan ketika naik kereta :D


Tidak banyak yang bisa saya lakukan sepanjang perjalanan. Sebab, Argo Wilis hanya membutuhkan waktu sekitar 5 jam untuk sampai di tujuan. Saya menghabiskan waktu dengan menikmati pemandangan di luar. Itupun tidak lama karena hari cepat menjadi gelap.


Setelah mulai lapar, akhirnya saya memesan makanan. Sayang sekali, menu Nasi Sapi Lada Hitam yang menjadi kegemaran saya sekaligus menjadi menu khas Argo Wilis tidak lagi disajikan Reska. Apa boleh buat. Akhirnya saya memesan nasi rames.
Lumayang, daripada lumanyun


Ketika pesanan datang, ya…gitu deh. Hehehe. Apa sih yang bisa diharapkan dari makanan yang dipanaskan? Beda rasanya dengan makanan di kereta beberapa tahun sebelumnya dimana di atas kereta masih ada proses memasak. Ya sudahlah, dinikmati saja sambil menonton tayangan KA TV.
Mau tau sensasi naik kereta api Argo Wilis? Ini nih, saya sempat mengabadikan momennya melalui video. Simak ya:


Sekitar pukul 20.30 kereta api Argo Wilis tiba relatif tepat waktu di Stasiun Surabaya Gubeng. Saya pun segera mencari taksi menuju ke hotel dan beristirahat. Sebab, pesawat untuk ke Ambon akan berangkat cukup pagi. Awalnya dijadwalkan pukul 11.00 namun beberapa hari sebelum keberangkatan pihak Travel Agent yaitu mas Subowo Subakultiket memberitahu soal perubahan jadwal ini. Jadinya, saya pun bisa memersiapkan diri.


Setelah menginap semalam di hotel, pagi harinya saya pun mempersiapkan diri. Sekitar pukul 07.00 saya telah berangkat menuju ke Bandar Udara Internasional Juanda di Sidoarjo (bukan Surabaya seperti yang selama ini orang salah kaprah :D). Sekitar pukul 08.00 saya pun tiba di Juanda. 


Kesibukan luar biasa terlihat di bandara yang menjadi andalan warga Surabaya dan sekitarnya ini. Sebab, beberapa hari sebelumnya terjadi musibah jatuhnya pesawat Air Asia nomor penerbangan QZ8501 dari Juanda tujuan Singapura. Posko informasi pun didirikan di terminal 2 Juanda. Maklum saja, pengguna terminal 2 ini adalah Maskapai Garuda Indonesia dan Air Asia.
Posko terpadu di Bandara Juanda


Sambil menyisipkan doa untuk korban dan keluarganya, kamipun memasuki bandara yang megah tersebut. Sempat terbersit sedikit rasa takut naik pesawat setelah peristiwa nahas yang menimpa QZ8501. Namun kami berkeyakinan bahwa hidup dan matinya orang berada di tangan Tuhan. Kekhawatiran manusia tidak berpengaruh sedikitpun pada hal itu. Karena itu, dengan keyakinan dan doa kamipun memantapkan diri untuk berangkat ke Ambon.


Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda merupakan bangunan yang relatif baru. Desain arsitekturnya pun berbeda dengan terminal 1. Bentuk bangunan yang beratap tinggi dan melengkung menimbulkan kesan gagah dan melindungi setiap orang yang ada di bawahnya.Udara sejuk menjurus dingin menyambut kami ketika masuk. 


Setelah mengambil troli, kami pun segera melakukan check-in. Sementara itu saya mengamati sekeliling. Agak terkejut saya mendapati banyak sekali polisi wanita (polwan) yang check in di konter yang sama. Semula saya berpikir bahwa mereka merupakan petugas yang memang disiapkan untuk membantu posko Air Asia QZ8501 di Juanda. Namun ternyata dugaan saya salah. Beberapa menit kemudian saya akan mendapatkan kebenarannya.


Setelah check in dan memasukkan bagasi, kami pun menunggu di ruang tunggu yang tidak terlalu besar. Dari dinding kaca kami bisa melihat aktivitas berbagai pesawat yang sedang lepas landas maupun mendarat.


Sekitar pukul 10.00 terdengar pengumuman bahwa pesawat kami telah siap. Kami pun menumpang bus bandara menuju ke pesawat.


Beberapa hari sebelumnya saya sempat bertanya pada mas Bowo (Subakul tiket) mengenai jenis pesawat yang akan saya pakai ke Ambon. Menurutnya sih kemungkinan kalau nggak Boeing ya Airbus. Ternyata dugaan itu gagal total.


Ketika bus meluncur, saya melihat pesawat yang berhidung agak runcing dengan badan kecil namun panjang. Mesin pesawat tidak terletak di sayap namun di bagian bodi belakang. Pintunya pun hanya ada satu yang terletak di depan. Sementara bagian belakang (mungkin) hanya untuk memasukkan bagasi dan berbagai perlengkapan lain. Ternyata, pesawat tersebut adalah armada jarak menengah yang dimiliki Garuda Indonesia yaitu CRJ-1000.
Ini nih CRJ-1000


Sempit adalah kesan pertama yang kami rasakan sewaktu masuk ke pesawat. Maklum saja, dalam beberapa kali pengalaman saya naik pesawat biasanya hanya naik Airbus A-320 ataupun Boeing 737-800. Kali ini kesannya sungguh berbeda.


Beberapa saat setelah saya duduk, ikut masuklah rombongan Polwan yang tadi ikut check in. Ternyata mereka adalah rombongan Polwan dari Polda Maluku. Rupanya mereka baru saja pulang dari menempuh pendidikan di Jawa.


Setelah menunggu beberapa saat, pesawat pun lepas landas. Saya yang memiliki pengalaman buruk dengan lepas landas (berupa sakit leher) pun bersiap. Namun rupanya pilot dari Garuda ini cukup andal. Pesawat lepas landas dengan relatif lembut. Sakit leher yang saya takutkan tidak terjadi.


Beberapa saat setelah pesawat berada di ketinggian yang ditetapkan, Pramugari pun berkeliling membagikan makanan dan minuman. Menunya cukup lumayan yaitu nasi Ayam Pelalah sementara minumnya adalah Jus Apel (Penumpang bisa memilih beberapa jus buah yang disediakan).
Ciluuuk....
Baa....!


Setelah menikmati hidangan, saya pun menghabiskan waktu dengan mengamati pemandangan di luar. Tentu saja tidak banyak yang bisa dinikmati dari ketinggian (kalau tidak salah) 37 ribu kaki selain gumpalan awan dan sesekali luasnya lautan. Setelah puas menikmati pemandangan, tidur adalah pilihan berikutnya. Penerbangan selama lebih dari dua jam memang tidak memberikan banyak pilihan karena memang pesawat juga tidak dilengkapi dengan fasilitas hiburan. Beberapa menit kemudian, pesawat mulai bergoncang karena terbulensi. Untuk mengatasinya, saya memilih tidur.


Setelah beberapa saat saya tertidur, terdengar pengumuman dari Flight Attendant (FA) bahwa pesawat bersiap mendarat di Bandar Udara Internasional Pattimura di Ambon. Saya segera melihat ke luar jendela dan melihat rentangan kepulauan Maluku yang bertebaran di lautan yang biru… Kesan pertama yang saya tangkap dari Ambon adalah bentang alam yang luar biasa. Pengalaman saya pertama kali bersentuhan dengan Indonesia bagian timur adalah keindahan ciptaan Tuhan yang luar biasa ini.
Sensasi melihat sayap pesawat yang tidak ditempeli mesin


Tanpa banyak holding seperti yang dialami pesawat yang akan mendarat di Yogya, pesawat yang saya tumpangi mendarat mulus di Ambon. Ketika kami keluar dari pesawat, saya sejenak bisa “mencuci mata” menikmati hijaunya perbukitan yang mengelilingi satu sisi bandara. Sementara di bandara Pattimura sendiri, tidak banyak pesawat yang terparkir maupun siap terbang.


Sementara kami berjalan menuju ke ruang tunggu bandara untuk mengambil bandara, hawa panas mulai saya rasakan. Oh iya, di Ambon, jam di smartphone saya maju dua jam dibandingkan di Jawa. Setelah menyalakan HP, masuklah beberapa pesan dari teman baik melalui BBM maupun WhatsApp. Sebagian ingin ikut ke Ambon, sebagian nitip dibelikan batu bacan. Oalah, dasar penggemar akik!
Ngambil bagasi dulu ya
Ini nih bagian luar bandara, gak terlalu ramai sih. Salut untuk petugas yang cukup ramah


Keluar dari bandara, jalanan yang mulus menyambut kami. Tidak banyak kendaraan yang melintas sehingga mobil yang kami tumpangi bisa melaju lumayan kencang. Dari jendela mobil saya melihat teluk yang dikelilingi perbukitan. Ratusan bahkan ribuan rumah terlihat di perbukitan tersebut. Ambon menyambut dengan kehidupan masyarakatnya yang hidup di wilayah teluk dan perbukitan.
Kesan pertama melintas di jalanan di Ambon. Hijaulah sepanjang mata memandang! :D

2 comments:

  1. Pemandangan di kereta itu bikin salah fokus mas. Hehehe. Salam kenal ya

    ReplyDelete
  2. Salam kenal juga, mas :D Salah fokus apa hayo? :P

    ReplyDelete

Mohon bantuan kliknya