Antara Argo Wilis dan Garuda Indonesia
Meskipun ketika kecil
saya pernah tinggal di Kalimantan (yang notabene Indonesia tengah), sedikit
sekali pengalaman saya dengan bagian lain Indonesia. Tentunya selain pulau
Jawa.
Namun beberapa waktu
yang lalu, kesempatan untuk menikmati luasnya Indonesia pun datang. Pada 2013
saya berkesempatan menikmati keindahan Sumatra (inilah pertama kalinya saya
menginjakkan kaki di pulau Andalas) melalui kunjungan ke kota Palembang di
Sumatra Selatan. Walau hanya sehari, namun kunjungan itu menimbulkan kesan tersendiri
untuk saya.
Kesempatan yang kedua
datang pada akhir 2014 ketika saya berkesempatan mengunjungi kota Ambon di
Maluku. Sungguh, tak terbayangkan ketika saya akhirnya bisa menginjakkan kaki
di Ambon Manise. Sejak saya sekolah hingga kuliah, bahkan bekerja, saya memang
beberapa kali bertemu dengan orang Ambon. Kesan yang saya dapat mereka
kebanyakan ramah dan pandai bernyanyi (karena suara mereka kebanyakan bagus).
Namun, belum ada bayangan waktu itu mengenai tanah asal teman-teman saya itu. Hingga
akhirnya, pada 30 Desember 2014 saya mendapat kesempatan itu.
Untuk pergi ke Ambon,
saya terlebih dulu harus naik kereta api dari kota domisili saya saat ini yaitu
Yogyakarta. Menggunakan kereta api Argo Wilis, saya berangkat dari Yogyakarta
pada 29 Desember sore. Harapannya, saya tiba dan menginap semalam di Surabaya.
Perjalanan menggunakan
kereta api Argo Wilis yang berangkat dari Bandung dengan tujuan akhir Stasiun
Surabaya Gubeng berlangsung relatif lancar. Saya sengaja datang lebih awal ke
stasiun untuk menikmati suasana stasiun yang memang menimbulkan inspirasi sendiri,
apalagi untuk railfan seperti saya :D
Ini nih kelakuan CSM yang lagi lepas dinas :D |
Di stasiun Tugu saya
bertemu dengan beberapa railfan Yogyakarta yang sedang bertugas menjadi
Costumer Service Mobile (CSM). Mereka ini adalah tenaga yang dipekerjakan PT
KAI untuk melayani penumpang selama angkutan liburan Natal dan Tahun Baru.
Mereka bertugas melayani pertanyaan penumpang seputar jadwal kereta, akomodasi
di Yogya, hingga mengingatkan penumpang mengenai kedatangan dan keberangkatan
kereta api.
Beberapa CSM yang telah
selesai bertugas kemudian menemani saya menunggu kedatangan KA Argo Wilis.
Sambil duduk-duduk santai di Pendopo Stasiun Tugu, kami menikmati suasana
stasiun. Tidak terasa, sekitar pukul 15.20 KA Argo Wilis yang juga dikenal
sebagai Si Raja Jalur Selatan (Kereta yang selalu menang silang dengan kereta
lain, kecuali kereta semen super panjang) tiba di jalur 2 Stasiun Tugu. Tanpa
membuang waktu saya menenteng beberapa tas masuk ke kereta.
Karena membeli dengan
harga termurah, tentu saja ada konsekuensinya. Saya mendapat tempat duduk di
kereta 1 alias di belakang lokomotif. Parahnya lagi, saya duduk tepat di posisi
dimana bogie kereta berada. Tidak berapa lama kereta berjalan, saya merasakan
duduk yang kurang nyaman. Rupanya roda kereta ada yang benjol. Posisi duduk
seperti agak meloncat-loncat.
Untuk pertama kalinya,
saya kurang nyaman menikmati perjalanan kereta api. Perut rasanya seperti
dikocok-kocok. Namun keberuntungan berpihak kepada saya.
Ketika kereta berhenti
di Stasiun Solo Balapan, terlihat sepasang suami istri yang baru naik yang
kebingungan. Rupanya sang istri mendapat posisi duduk di samping saya sementara
suaminya duduk di nomor kursi yang agak jauh. Saya menawarkan pertukaran tempat
duduk dan mereka pun menyambutnya dengan senang hati. Saya pun berpindah tempat
duduk ke posisi agak tengah, menjauhi posisi bogie. Akhirnya, saya bisa
menikmati perjalanan ini.
Tidak banyak yang bisa
saya lakukan sepanjang perjalanan. Sebab, Argo Wilis hanya membutuhkan waktu
sekitar 5 jam untuk sampai di tujuan. Saya menghabiskan waktu dengan menikmati
pemandangan di luar. Itupun tidak lama karena hari cepat menjadi gelap.
Setelah mulai lapar,
akhirnya saya memesan makanan. Sayang sekali, menu Nasi Sapi Lada Hitam yang
menjadi kegemaran saya sekaligus menjadi menu khas Argo Wilis tidak lagi
disajikan Reska. Apa boleh buat. Akhirnya saya memesan nasi rames.
Ketika pesanan datang,
ya…gitu deh. Hehehe. Apa sih yang bisa diharapkan dari makanan yang dipanaskan?
Beda rasanya dengan makanan di kereta beberapa tahun sebelumnya dimana di atas
kereta masih ada proses memasak. Ya sudahlah, dinikmati saja sambil menonton
tayangan KA TV.
Mau tau sensasi naik kereta api Argo Wilis? Ini nih, saya sempat mengabadikan momennya melalui video. Simak ya:
Sekitar pukul 20.30
kereta api Argo Wilis tiba relatif tepat waktu di Stasiun Surabaya Gubeng. Saya
pun segera mencari taksi menuju ke hotel dan beristirahat. Sebab, pesawat untuk
ke Ambon akan berangkat cukup pagi. Awalnya dijadwalkan pukul 11.00 namun
beberapa hari sebelum keberangkatan pihak Travel Agent yaitu mas Subowo
Subakultiket memberitahu soal perubahan jadwal ini. Jadinya, saya pun bisa
memersiapkan diri.
Setelah menginap
semalam di hotel, pagi harinya saya pun mempersiapkan diri. Sekitar pukul 07.00
saya telah berangkat menuju ke Bandar Udara Internasional Juanda di Sidoarjo
(bukan Surabaya seperti yang selama ini orang salah kaprah :D). Sekitar pukul
08.00 saya pun tiba di Juanda.
Kesibukan luar biasa
terlihat di bandara yang menjadi andalan warga Surabaya dan sekitarnya ini.
Sebab, beberapa hari sebelumnya terjadi musibah jatuhnya pesawat Air Asia nomor
penerbangan QZ8501 dari Juanda tujuan Singapura. Posko informasi pun didirikan
di terminal 2 Juanda. Maklum saja, pengguna terminal 2 ini adalah Maskapai Garuda
Indonesia dan Air Asia.
Sambil menyisipkan doa
untuk korban dan keluarganya, kamipun memasuki bandara yang megah tersebut.
Sempat terbersit sedikit rasa takut naik pesawat setelah peristiwa nahas yang
menimpa QZ8501. Namun kami berkeyakinan bahwa hidup dan matinya orang berada di
tangan Tuhan. Kekhawatiran manusia tidak berpengaruh sedikitpun pada hal itu.
Karena itu, dengan keyakinan dan doa kamipun memantapkan diri untuk berangkat
ke Ambon.
Terminal 2 Bandar
Udara Internasional Juanda merupakan bangunan yang relatif baru. Desain
arsitekturnya pun berbeda dengan terminal 1. Bentuk bangunan yang beratap
tinggi dan melengkung menimbulkan kesan gagah dan melindungi setiap orang yang
ada di bawahnya.Udara sejuk menjurus dingin menyambut kami ketika masuk.
Setelah mengambil
troli, kami pun segera melakukan check-in. Sementara itu saya mengamati
sekeliling. Agak terkejut saya mendapati banyak sekali polisi wanita (polwan)
yang check in di konter yang sama. Semula saya berpikir bahwa mereka merupakan
petugas yang memang disiapkan untuk membantu posko Air Asia QZ8501 di Juanda.
Namun ternyata dugaan saya salah. Beberapa menit kemudian saya akan mendapatkan
kebenarannya.
Setelah check in dan
memasukkan bagasi, kami pun menunggu di ruang tunggu yang tidak terlalu besar.
Dari dinding kaca kami bisa melihat aktivitas berbagai pesawat yang sedang
lepas landas maupun mendarat.
Sekitar pukul 10.00
terdengar pengumuman bahwa pesawat kami telah siap. Kami pun menumpang bus
bandara menuju ke pesawat.
Beberapa hari sebelumnya
saya sempat bertanya pada mas Bowo (Subakul tiket) mengenai jenis pesawat yang
akan saya pakai ke Ambon. Menurutnya sih kemungkinan kalau nggak Boeing ya
Airbus. Ternyata dugaan itu gagal total.
Ketika bus meluncur,
saya melihat pesawat yang berhidung agak runcing dengan badan kecil namun
panjang. Mesin pesawat tidak terletak di sayap namun di bagian bodi belakang.
Pintunya pun hanya ada satu yang terletak di depan. Sementara bagian belakang
(mungkin) hanya untuk memasukkan bagasi dan berbagai perlengkapan lain.
Ternyata, pesawat tersebut adalah armada jarak menengah yang dimiliki Garuda
Indonesia yaitu CRJ-1000.
Sempit adalah kesan
pertama yang kami rasakan sewaktu masuk ke pesawat. Maklum saja, dalam beberapa
kali pengalaman saya naik pesawat biasanya hanya naik Airbus A-320 ataupun
Boeing 737-800. Kali ini kesannya sungguh berbeda.
Beberapa saat setelah
saya duduk, ikut masuklah rombongan Polwan yang tadi ikut check in. Ternyata
mereka adalah rombongan Polwan dari Polda Maluku. Rupanya mereka baru saja
pulang dari menempuh pendidikan di Jawa.
Setelah menunggu
beberapa saat, pesawat pun lepas landas. Saya yang memiliki pengalaman buruk
dengan lepas landas (berupa sakit leher) pun bersiap. Namun rupanya pilot dari
Garuda ini cukup andal. Pesawat lepas landas dengan relatif lembut. Sakit leher
yang saya takutkan tidak terjadi.
Beberapa saat setelah
pesawat berada di ketinggian yang ditetapkan, Pramugari pun berkeliling
membagikan makanan dan minuman. Menunya cukup lumayan yaitu nasi Ayam Pelalah
sementara minumnya adalah Jus Apel (Penumpang bisa memilih beberapa jus buah
yang disediakan).
Setelah menikmati
hidangan, saya pun menghabiskan waktu dengan mengamati pemandangan di luar.
Tentu saja tidak banyak yang bisa dinikmati dari ketinggian (kalau tidak salah)
37 ribu kaki selain gumpalan awan dan sesekali luasnya lautan. Setelah puas
menikmati pemandangan, tidur adalah pilihan berikutnya. Penerbangan selama
lebih dari dua jam memang tidak memberikan banyak pilihan karena memang pesawat
juga tidak dilengkapi dengan fasilitas hiburan. Beberapa menit kemudian,
pesawat mulai bergoncang karena terbulensi. Untuk mengatasinya, saya memilih
tidur.
Setelah beberapa saat
saya tertidur, terdengar pengumuman dari Flight Attendant (FA) bahwa pesawat
bersiap mendarat di Bandar Udara Internasional Pattimura di Ambon. Saya segera
melihat ke luar jendela dan melihat rentangan kepulauan Maluku yang bertebaran
di lautan yang biru… Kesan pertama yang saya tangkap dari Ambon adalah bentang
alam yang luar biasa. Pengalaman saya pertama kali bersentuhan dengan Indonesia
bagian timur adalah keindahan ciptaan Tuhan yang luar biasa ini.
Tanpa banyak holding
seperti yang dialami pesawat yang akan mendarat di Yogya, pesawat yang saya
tumpangi mendarat mulus di Ambon. Ketika kami keluar dari pesawat, saya sejenak
bisa “mencuci mata” menikmati hijaunya perbukitan yang mengelilingi satu sisi
bandara. Sementara di bandara Pattimura sendiri, tidak banyak pesawat yang
terparkir maupun siap terbang.
Sementara kami
berjalan menuju ke ruang tunggu bandara untuk mengambil bandara, hawa panas
mulai saya rasakan. Oh iya, di Ambon, jam di smartphone saya maju dua jam
dibandingkan di Jawa. Setelah menyalakan HP, masuklah beberapa pesan dari teman
baik melalui BBM maupun WhatsApp. Sebagian ingin ikut ke Ambon, sebagian nitip
dibelikan batu bacan. Oalah, dasar penggemar akik!
Ngambil bagasi dulu ya |
Ini nih bagian luar bandara, gak terlalu ramai sih. Salut untuk petugas yang cukup ramah |
Keluar dari bandara,
jalanan yang mulus menyambut kami. Tidak banyak kendaraan yang melintas
sehingga mobil yang kami tumpangi bisa melaju lumayan kencang. Dari jendela
mobil saya melihat teluk yang dikelilingi perbukitan. Ratusan bahkan ribuan
rumah terlihat di perbukitan tersebut. Ambon menyambut dengan kehidupan
masyarakatnya yang hidup di wilayah teluk dan perbukitan.
Kesan pertama melintas di jalanan di Ambon. Hijaulah sepanjang mata memandang! :D |
Pemandangan di kereta itu bikin salah fokus mas. Hehehe. Salam kenal ya
ReplyDeleteSalam kenal juga, mas :D Salah fokus apa hayo? :P
ReplyDelete