Hanya satu catatan dari pengamatan saya

Hasil pengamatan seputar kehidupan sehari-hari, jalan-jalan, film, hingga soal sejarah, kereta api dalam dan luar negeri

Thursday 19 February 2015

Uniknya Kotagede Night Tour

Melihat Kotaraja di Malam Hari

Sebagai bekas Ibukota Kerajaan Mataram, Kotagede menyimpan banyak peninggalan bersejarah selain pesona kerajinan peraknya. Berbagai situs peninggalan sejarah masa lalu bertebaran di daerah ini.
Para peserta Kotagede Night Tour sedang mengikuti rute tour. Dok Massatrust




Berbagai cara pun bisa ditempuh untuk menikmati dan mengagumi pesona lampau tersebut. Selain tur umum yang banyak ditawarkan agen perjalanan wisata pada umumnya, banyak cara lain yang bisa ditempuh.

Keindahan dan pesona Kotagede tergambar pada  jalan-jalan sempit, dengan toko-toko perak tradisional dan rumah berubin mosaik berjajar di tepi jalan. Kota ini juga dipenuhi bangunan kuno yang merupakan rumah pedagang Arab dan Belanda. Sementara itu, masyarakat Kotagede hidup dalam nuansa kehidupan masyarakat Jawa yang masih kental.

Tidak hanya menawarkan eksotisme obyek wisata, namun melongok lebih jauh ke dalam jantung kehidupan masyarakatnya. Itulah yang ditawarkan oleh Kotagede Night Tour.

Berbeda dengan tur pada umumnya yang dilakukan pada pagi atau siang hari, tour ini dilakukan pada sore atau malam hari. Tujuannya, melihat sisi lain Kotagede yang selama ini nyaris tak tersentuh turis.


Bayangkan, pengunjung bisa berjalan menyusuri lorong-lorong sempit pemukiman penduduk. Turis merasakan menjadi penjelajah yang masuk ke dalam sendi kehidupan malam masyarakat. Mereka bisa berinteraksi dengan penduduk setempat, bahkan melihat aktivitas yang dilakukan pada malam hari misalnya tirakat di sekitar makam Kotagede, hingga aktivitas interaksi masyarakat pada angkringan.

Tur unik ini digagas oleh Acie Sri Astinah (24). Perempuan berjilbab ini memiliki segudang pengalaman untuk membuat tur unik pada banyak tempat yang ia kunjungi. Khusus untuk Kotagede yang memiliki posisi tersendiri di hatinya, ia menemukan kombinasi yang pas dalam Tur Malam ini.

“Awal datang ke sini, perak merupakan hal pertama yang terlintas. Saya kemudian melihat banyak agen perjalanan yang menawarkan tur pagi dan siang untuk menikmati suasana di sini. Sayang sekali paket yang ditawarkan kurang diminati. Saya pun berdasarkan pengalaman blusukan ke pasar di Kotagede terpikir untuk membuat tur semacam blusukan, tapi pada malam hari. Jadilah ide ini kemudian dilanjutkan,” paparnya.

Tidak hanya sekedar berkeliling, peserta tur juga bisa mencicipi berbagai kuliner khas Yogyakarta. Berbagai jajanan pasar juga disuguhkan untuk memerkuat atmosfer perkampungan. Ketika pulang pun, peserta juga sudah bisa memiliki berbagai oleh-oleh yang menarik.
Para peserta yang datang segera mendapatkan pengarahan mengenai apa dan bagaimana Kotagede Night Tour. Dok Massatrust





Tur umumnya dimulai sekitar pukul 17.00. Peserta yang dikumpulkan dalam rombongan 15-20 orang berkumpul di Pendopo Dluweh di jalan Ngeksigondo 54 Kotagede. Tamu kemudian menikmati jajanan pasar misalnya montokebo, legomoro, dan kipo sebagai makanan khas Kotagede. Sementara itu, untuk minuman, tamu bisa menyesap segarnya wedangan pandan.

“Sambil menikmati itu semua, peserta tur dijelaskan tata cara mengikuti tur. Misalnya apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Pada waktu itu tamu juga memakai pakaian tradisional yang kami sediakan. Untuk perempuan memakai jarik yang dipakai di bahu untuk perempuan, dan dipakai di pinggang untuk laki-laki,” kata Acie lagi.
Makanan dan minuman yang disajikan kepada para peserta sebelum mengikuti tour. Dok Massatrust

Tidak ada maksud yang mengandung mistik ataupun klenik. Menurut Acie, semua itu semata demi kenyamanan tamu.Karena tur dilakukan pada malam hari, maka tubuh pun perlu mendapatkan perlindungan tambahan dari terpaan dinginnya udara malam.

Sekitar pukul 18.30, tur pun mulai. Rombongan dipandu 2-3 orang guide dari penduduk local berjalan keluar dari Pendopo Dluweh ke arah kiri, masuk ke gang pemukiman penduduk menuju ke Lapangan Karang. Ketika menyusuri perkampungan, mereka bisa melihat aktivitas warga pada sore hari.

“Nah, di selatan itu banyak industry yang justru melakukan proses produksi pada malam hari misalnya pembuatan dingklik, hingga cenderamata kado. Peserta tur bisa melihat proses itu. Kalau mau, juga bisa membeli cenderamata,” jelas Acie.
Rombongan peserta tour melintasi tembok makam Raja-Raja di Kotagede. Dok Massatrust


Rute pun berlanjut hingga ke tembok makam Kotagede. Di sana peserta tur bisa melihat banyak orang beristirahat di sekitar tembok (tirakat).  Mereka bisa berinteraksi ke orang yang sedang bertirakat tersebut.
Perjalanan terus dilakukan menuju ke industry souvenir. Di sini mereka bisa membeli cenderamata yang cukup terjangkau harganya. Mulai dari Rp 20 ribu hingga jutaan rupiah, semua tersedia sesuai kantong masing-masing.

“uniknya, rute berikutnya ke selatan adalah ke sanggar tari. Kalau tur dilakukan pada malam Jumat, peserta tur bisa ikut nimbrung ke sanggar yang sedang mengadakan latihan tari. Ibaratnya, mereka bisa ikut latihan bareng walau Cuma sebentar,” imbuhnya.

Di sebelah sanggar, ada lagi industry bordir  yang bisa pula dikunjungi. Kalau tidak—karena rute untuk setiap tur bisa berbeda—perjalanan bisa dilanjutkan ke selatan. Peserta diajak memasuki lorong-lorong sempit pemukiman penduduk. Dan, disinilah nilai keunikan yang sesungguhnya.

“Ibaratnya, peserta diujinyalikan. Mereka bisa merasakan bagaimana menjadi penduduk asli. Bayangkan kalau ada gempa, di lorong sesempit itu bagaimana bisa menyelamatkan diri? Belum lagi kalau ada warga yang meninggal, bagaimana membawa jenazah ke makam?” ulas Acie.

Bagian tur berupa uji nyali tidak cukup hanya di situ. Pada kepadatan pemukiman Kotagede, setiap perkampungan umumnya dipisahkan pemakaman umum. Peserta pun diajak melintasi tengah pemakaman umum tersebut untuk merasakan sensasi berjalan melewati makam pada malam hari.
Bagi para penggemar uji nyali, tour ini juga bisa menyenangkan karena beberapa kali melintasi pemakaman umum yang terletak di tengah-tengah pemukiman. Dok Massatrust

Sebagai titik akhir tur adalah Makam Kotagede. Di sini peserta diberikan tawaran apakah akan masuk ke makam atau tidak. Sebab, untuk masuk peserta harus membayar sendiri biaya sewa baju adat hingga ke bunga untuk ziarah. Di lokasi ini mereka diberikan waktu sekitar 30 menit.

“Mereka bisa masuk ke makam dan dibantu Juru Kunci. Mereka bisa berziarah dan berdoa dengan bimbingan Juru Kunci,” lanjut perempuan yang sedang menempuh pendidikan S2 pariwisata ini.

Para peserta sedang mendengarkan penjelasan dari pemandu tur yang merupakan warga setempat. Dok Massatrust


Apabila masih memungkinkan dari segi waktu, peserta pun diajak ke kawasan timur Kotagede. Mereka bisa melihat-lihat Kampung Between Two Gates. Hanya saja, tur dibatasi sampai pukul 22.00 saja. Menurut Acie, hal ini dilakukan memertimbangkan kondisi peserta juga.

“Kebanyakan mereka datang untuk menghabiskan waktu di malam hari. Yang tidak kalah penting, menghormati kebiasaan warga setempat juga yang pada waktu seperti itu sudah beristirahat,” katanya.

Setelah mencapai titik akhir, peserta akan dijemput mobil dan diantar hingga ke titik awal yaitu Pendopo Dluweh. Penjemputan dilakukan memertimbangkan kondisi peserta yang kemungkinan besar telah lelah.

Untuk mengikuti tur yang diadakan oleh Massatrust ini, peserta tidak dipungut biaya yang terlampau tinggi. Setiap orang cukup membayar Rp 60-100 ribu tergantung situasi dan kondisi yang dikehendaki. Jumlah tersebut belum termasuk biaya sewa apabila ingin masuk ke Makam Kotagede.(*)
Rombongan sampai di titik terakhir yaitu di gerbang utama Makam Raja-Raja di Kotagede. Dok Massatrust

2 comments:

  1. Wah.... asyik ni mas. Tp pake ada horror2an gtu ngga? Hehehe

    ReplyDelete
  2. @Resty: Horror sih relatif. tapi biasanya yang ngreasa yang indigo tuh :D

    ReplyDelete

Mohon bantuan kliknya